Pemerintah
dan PT Semen Indonesia dituntut Tunduk Hukum
Siar,
Malang- Massa Aliansi Malang Peduli
Kendeng, Kamis (23/3)
menggelar aksi solidaritas di depan kantor Dewan Perwakilan Rakyat Daerah
(DPRD) Kota Malang. Aliansi ini diprakarsai atas inisiasi sembilan belas
organisasi mahasiwa dan berbagai elemen masyarakat umum. Ratusan massa tersebut
menggelar aksinya selama dua jam yang dilakukan mulai pukul 10.00 WIB. Dalam
kegiatan ini, massa ingin menyampaikan rasa solidaritas terhadap para petani
Kendeng yang belum mendapatkan respon pemerintah dan kepastian hukum.“Aksi ini adalah
bentuk dukungan terhadap petani-petani Kendeng yang hingga hari ini masih dikriminalisasi dan belum mendapatkan respon dari pemerintah,”
ungkap Muhammad Iqbal, Koordinator Lapangan (Korlap) aksi.
(23/3) Ratusan massa
Aliansi Malang Peduli Kendeng berdemonstrasi menutup badan jalan bundaran tugu
(Foto: Ugik/Siar)
Kisah Ibu
Patmi Menjadi Semangat Aksi
Kematian Ibu Patmi usai berdemonstrasi
di depan istana negara, menjadi semangat para massa aksi. Massa aksi juga menyanyikan lagu
mengheningkan cipta dan membacakan
puisi
sebagai bentuk penghormatan kepada Ibu Patmi atas
perjuangannya. Iqbal menuturkan kegiatan ini merupakan bentuk penyatuan rasa
atas apa yang telah dilakukan oleh para petani Kendeng di Jakarta dalam
menuntut hak-haknya dengan cara menyemen kaki dan tangan sebagai kritik. “Kami
turut berduka cita atas meninggalnya Ibu Patmi dan sangat mengapresiasi atas
apa yang telah dilakukan oleh petani-petani Kendeng di depan istana negara
sebagai simbol bahwa perusahaan membelenggu kehidupan petani,” papar Iqbal.
Tuntutan-Tuntutan Aksi
Aksi ini mempunyai empat poin tuntutan. Pertama, mendesak Presiden untuk
menghentikan izin operasi PT Semen
Indonesia, dan mendesak Gubernur Jawa Tengah, Ganjar Pranowo untuk taat
hukum sesuai putusan Peninjauan Kembali Mahkamah Agung (MA) pada 5 Oktober 2016
(No.99 PK/TUN/2016) yang menyatakan bahwa izin operasi pertambangan PT Semen Indonesia sudah seharusnya
dihentikan. Kedua, menuntut
penghentian proyek pembangunan infrastruktur yang mengusir rakyat dari ruang hidup dan merusak
pegunungan Kendeng. Ketiga, mengutuk
aparat yang membiarkan konflik “adu domba” antar warga yang mengakibatkan
pembakaran tenda perjuangan dan surau. Keempat,
mendesak pemerintah untuk menyelesaikan masalah agrarian serupa yang terjadi di
hampir seluruh wilayah Indonesia yang tidak menganggap para petani sebagai
manusia.
Selain itu, massa aksi juga berjalan meyusuri bundaran tugu
depan gedung DPRD untuk menggalang dana. “Dana ini akan diberikan kepada kawan-kawan yang
sampai hari ini masih berjuang di depan istana,” ungkap Iqbal. Aksi ini merupakan langkah
awal untuk mengawal kegiatan kampanye berikutnya. “Selanjutnya akan ada
kajian-kajian dan diskusi terkait, untuk mengampanyekan bahwa apa yang telah
dilakukan pemerintah terhadap petani adalah sebuah kejahatan,” tambah mahasiswa
Fisip UB ini. (ugk//hna)
|
Comments
Post a Comment