Tahun 2014 memang tahun yang panas. Tahun politik
katanya. Pesta demokrasi yang bakalan diselenggarakan,
kini sudah di depan mata. Menggairahkan namun juga mengkhawatirkan. Apalagi,
pemilihan umum untuk legislatif kini sudah dilaksanakan. Satu tahap sudah
terlampaui. Namun kita belum menginjak fase klimaksnya. Fase klimaks dari
ketegangan yang sudah tercipta jauh-jauh hari sebelumnya. Penentuan RI-1 pada
Agustus mendatang.
Bagaimana
tidak menarik kawan. Calon-calon presiden yang ada sungguh berbeda dari
pemilihan umum (pemilu) tahun-tahun sebelumnya. Dari golongan muda, nampang
beberapa nama yang termasuk baru dalam kancah perpolitikan bangsa, misalnya
saja Anies Baswedan, Hari Tanoe Sodibyo, Chairul Tanjung, dan tokoh paling
populer saat ini, siapa lagi kalau bukan Jokowi. Namun masih banyak juga
tokoh-tokoh dari golongan tua yang diprediksi akan mencalonkan diri menjadi
presiden Republik ini. Yang tentunya mereka bukanlah orang baru dalam kancah
politik selama ini. Sebut saja Prabowo, Megawati, Abu Rizal Bakri, Hatta
Rajasa, Surya paloh, atau Jusuf Kalla. Ada juga yang sebelumnya begitu kita
kenal lebih sebagai negarawan dan hakim konstitusi, ialah Dahlan Iskan
(sekarang menjabat sebagai Menteri BUMN) dan Mahfud MD (mantan Ketua Mahkamah
Konstitusi). Beragam sekali pilihan yang nantinya akan dihadapi oleh rakyat.
Mereka, entah orang lama atau baru, yang tentunya juga berasal dari berbagai
latar belakang profesi sebelumnya, diharapkan membawa atmosfer yang sejuk bagi pemilu kita
saat ini.
Sebenarnya
harapan rakyat tidak muluk-muluk. Mereka semua mengharapkan sosok pemimpin yang
mempunyai integritas, kapabilitas, dan tanggung jawab yang tinggi. Sosok
pemimpin yang dinilai dapat mengayomi rakyat beserta semua aspirasinya. Karena
aspirasi rakyat bakal selalu ada dan akan lebih kompleks sifatnya.
Dalam
pemilihan presiden (pilpres) nanti, haruslah kita benar-benar mengetahui,
mengenal, dan memahami sosok dan visi-misi dari setiap calon presiden kita.
Atau setidaknya, kita harus benar-benar punya dasar mengapa menjatuhkan pilihan
kita pada calon tersebut. Bukankah salah besar ketika kita hanya sokor nyontreng atau memilih secara
asal-asalan tanpa dasar, apalagi hanya karena beribu slogan yang terpasang di
jalan-jalan, atau pada pohon-pohon yang malang. Itu cuma (maaf, kalau saya
boleh berkata) omong kosong kampanye. Bualan
janji-janji. Toh yang membikin poster-poster dan slogan-slogan kampanye bukan
mereka sendiri, tapi orang-orang bawahannya. Sungguh kita harus cerdas sebagai
pemilih. Sebagai penentu masa depan bangsa.
Jangan
lupa pula, bahwa calon-calon tersebut tidaklah lepas dari sokongan partai
politiknya masing-masing. Semuanya
berbendera. Atau bisa jadi juga, mereka adalah alat dari partai politik itu
sendiri agar tetap ngeksis. Ketika
kita menilik kualitas partai tertentu, selain dari segi pandangan partai
tersebut, tentunya kita akan lebih mudah melihat pada kaderisasi yang
dilakukan. Berhasil atau tidaknya. Maka
kita akan lebih mudah melihat dari bagaimana rekam jejak para kader-kadernya.
Apakah bermunculan tokoh-tokoh baru yang dianggap mumpuni dan dapat dipercaya
oleh rakyat, atau juga bagaimana kiprah para kader-kader dari para partai
politik di panggung pemerintahan. Dari munculnya tokoh-tokoh baru yang segar,
mumpuni, bersih, dan cakap, serta mampu menyuarakan aspirasi rakyat, sampai
terciptanya iklim pemerontahan yang bersigv dari praktek KKN.
Bagi
beberapa partai politik, kaderisasi tokoh-tokoh nasional bukan hal yang mudah.
Contohnya saja, partai PDI P. Sepertinya partai ini sudah kekurangan tokoh
saja. Tokoh sentral selama ini berpusat pada Megawati saja. Namun, akhir-akhir
ini, partai ini kembali menunjukkan moncongnya dengan melambungnya nama Jokowi
sebagai Gubernur Provinsi DKI Jakarta, yang dikenal merakyat, bersih, dan mampu
mendengarkan aspirasi dari masyarakat. Sampai-sampai pada perhitungan Quick Count sementara ini, PDIP berhasil
pada urutan pertama. Namun baru seumur jagung ia menjabat sebagai gubernur, ia
sudah tergiur tawaran menjadi calon orang nomor satu di negeri ini. Saya secara
pribadi, terlanjur kecewa pada Jokowi. Bagaimana bisa ia mau diperalat
partainya untuk berkuasa. Bukankah partai tersebut semacam aji mumpung terhadap
popularitas yang dimiliki Jokowi saat ini. Ketika disukai banyak orang,
strategi politikpun semakin mudah dilancarkan demi berburu kursi kekuasaan.
Selain
itu, kaderisasi juga dapat dinilai dari track
record atau rekam jejak dari kiprah tokoh-tokoh politik di panggung
pemerintahan. Apakah orang-orang tersebut dianggap mampu dan mau menyuarakan
serta memperjuangkan aspirasi rakyat selama menjabat di legislatif ataupun di
eksekutif atau tidak. Bagaimana tingkat kebersihan orang-orang dari partai
politik tersebut. Banyak sudah yang terperangkap dan terjerat masalah hukum
yang kebanyakan akibat kasus korupsi yang terbeberkan. Skandal-skandal politik
yang tercium publik. Atau juga masalah amoral atau kesusilaan yang dilanggar.
Sungguh ketika para kader politik ini tersandung hukum, berarti melemparkan
kotoran ke wajah partainya sendiri. Itu karena publik terlanjur percaya, bahwa
kader-kader tersebut merupakan representasi dari partai politik yang menaungi
mereka. Kader-kader yang bermasalah menunjukkan partainya juga bermasalah.
Kalau
sudah begitu, lalu buru-buru pihak partai cuci tangan dalam masalah yang dihdapi kdernya. Argumennya
dimana-mana selalu sama. Kita tidak tahu dan tidak akan mengintervensi,
serahkan saja semua pada hukum. Beres sudah. Itu karena ketakutan partai bahwa
kasus kadernya bakalan menurunkan
elektabilitas atau daya keterpilihan
partai di mata rakyat. Contohnya banyak. Diantaranya saja yaitu kasus Nazarudin
dalam kasus Wisma Atlet Palembang yang
menyeret nama Angelina Sondakh serta Ketua Umum Partai Demokrat, Anas
Urbaningrum. Tidak beres sampai nama-nama itu saja, sang Menteri Pemuda dan
Olahraga, Andi Malarangeng ikut terseret dan harus lengser dari jabatannya itu. Partai Demokrat diguncang gempa dahsyat. Akibat
seriusnya adalah kepercayaan rakyat pada Partai Demokrat menurun dan itu
drastis.
Lagi-lagi,
rakyat haruslah cerdas dalam memilih. Dari banyaknya calon yang ada, harus
benar-benar dilihat mana calon yang dapat mengatasi seabrek permasalahan negara yang kian menumpuk dan membusuk.
Sungguh amat berat kerja pemimpin dan rakyat kedepannya. Maka pemilu ini
haruslah benar-benar dilakukan secara demokratis, bersih, jujur dan adil. Dan
dalam pemilu haruslah dipatuhi aturan-aturan yang ada oleh semua pihak.
Dapat
diumpamakan pemilu ini adalah permainan sepak bola. Ketika pemilu dan sepak
bola sama-sama mempunyai aturan, maka harus dipatuhi bersama oleh semua pihak.
Semuanya harus bermain secara fair play,
tidak main serong. KPU dan Panwaslu haruslah diibaratkan wasit, yang mana
haruslah bekerja secara jujur dan adil. Tidak memihak siapapun, dan menindak
tegas setiap pelanggaran yang dilakukan oleh pihak manapun. Jangan sampai ada
pelanggaran sebelum atau saat pemilu berlangsung. Misalnya saja yang marak
dilakukan adalah money campaign atau
kampanye uang. Sedang para peserta pemilu adalah pemain di lapangan yang mana
dapat bermain bagus dan menang jika di dukung oleh suporter, dalam hal ini
adalah masyarakat. Ketika gol yang dinanti-nanti tercetak, maka itu adalah
kemenangan dalam pemilu. Namun, kalau dalam sepakbola suporter masih bersikap
primordial, kedaerah-daerahan, maka dalam pemilu tidak disarankan. Pilihan
haruslah didasarkan pada visi-misi, serta prinsip para calon pemimpin serta
pandangannya ke depan untuk bangsa ini. Dan para terpelajar, misalnya mahasiswa,
adalah sebagai pengamat. Tidak hanya berkomentar mengenai permainan, tapi
memberikan solusi serta penerangan bagi masyarakat.
Demikian,
di mana-mana, sebuah permainan mempunyai ruh, yaitu aturan. dan ruh itu akan hidup jika di dukung oleh semua pihak, dalam
hal ini yaitu para penyelenggara dan pengawas pemilu, peserta pemilu, serta
masyarakat Indonesia sekalian. Semoga pemilu kita melahirkan pemimpin bangsa
dan negara yang amanah, kompeten, dan tangguh.
Sukses Pemilu kita 2014.
wahh kerenn
ReplyDeleteKeren! Lanjutkan (y)
ReplyDeletetahun 2014 memang lagi panas,,,tulisanmu juga nggak kalah panas sobb......... mantab dah........semangattttttttttttt
ReplyDelete