Indikasi
Pemalsuan Syarat Pencalonan di HMJ Geografi
Rabu
(25/11) – Ketua Komisi Pemilihan Fakultas Ilmu Sosial (KPFIS), Junaidi,
mengatakan bahwa terjadi beberapa
permasalahan pada serangkaian kegiatan Pemilihan Raya (Pemira) FIS. Salah
satunya adalah indikasi
pemanipulasian sertifikat ospek jurusan oleh Himpunan Mahasiswa Jurusan Geografi
(HMJ Volcano) untuk wakil calon nomor 1, Rezra. ”Ada ketidakterimaan dari
beberapa mahasiswa mengenai salah satu calon, gara-gara ada salah satu calon yang
persyaratanya nggak tepat, menurut
mereka. Contohnya sertifikat mbak, menurut sang pelapor itu palsu”, ujar Subur
selaku Ketua KPFIS.
Sertifikat ospek jurusan atau
yang dinamai dengan Geography Management Training (GMT) merupakan salah satu
syarat untuk mengajukan diri sebagai calon ketua dan wakil ketua HMJ Geografi.
Sertifikat ini berhak didapatkan oleh Mahasiswa Baru yang mengikuti acara GMT
selama dua hari penuh, yaitu pada Sabtu dan Minggu. Menurut salah satu saksi
yang juga merupakan teman sekelas calon wakil ketum HMJ Geografi tersebut,
namun menolak menyebutkan nama, mengatakan bahwa Rezra tidak mengikuti ospek
jurusan pada hari kedua dan untuk itu tidak berhak mendapatkan sertifikat GMT.
Akan tetapi, Rezra yang hanya mengikuti acara GMT pada hari Sabtu saja,
meskipun dengan izin beribadah pada hari Minggu, tetap dapat mencalonkan diri
sebagai wakil ketua HMJ Geografi.
Mengenai
hal ini, Dewan Mahasiswa Fakultas Ilmu Sosial (DMFIS) ketika dikonfirmasi soal
indikasi pemanipulasian sertifikat tersebut, tidak bisa memastikan apakah itu
benar atau tidak. “Terkait asli atau palsunya (sertifikat tersebut) kita tidak
bisa memberikan keputusan. Hanya teman-teman HMJ Geografi dan Tuhan yang tahu”,
kata Junaidi Doni Luli selaku Ketua Umum DMFIS.
Mahasiswa dari Flores ini juga menambahkan bahwa kedudukan DMF di sini
hanya sebagai fasilitator, sehingga untuk memutuskan asli atau palsunya
sertifikat itu hanya bisa dilakukan oleh yang mengeluarkan sertifikat tersebut,
dalam hal ini HMJ Geografi.
Untuk
memperjelas terkait keaslian sertifikat tersebut, pihak DMF telah memanggil
Hafi Wardana selaku Ketua Umum Himpunan Mahasiswa Jurusan (Ketum HMJ) Geografi
periode 2015 dan juga Junaidi Ketum HMJ Geografi periode 2014 untuk di forumkan
di Dekanat. Saat di forum tersebut, Hafi dan Junaidi dimintai konfirmasi
terkait keaslian sertifikat tersebut. Di depan DMF dan Wakil Dekan III, mereka
menjamin bahwa sertifikat tersebut asli. ” Kalau mereka (para calon) minta
dibuatkan kita tidak bisa, soalnya melanggar dan sertifikat tersebut bukan
susulan”, terang Hafi ketika ditanya mengenai kemungkinan HMJ Geografi sengaja
menyediakan sertifikat GMT bagi Rezra demi pencalonannya sebagai wakil calon
tunggal HMJ Geografi.
Ketua
HMJ Geografi mengatakan tidak ada sertifikat susulan kecuali pada saat awal
kepengurusan HMJ Geografi periode kepengurusan tahun 2015 setelah Musyawarah
Mahasiswa Jurusan (Mumajur) kepengurusan tahun 2014. Calon wakil ketua HMJ
Geografi tersebut tetap berhak dalam mendapatkan sertifikat karena pada hari ia
tidak mengikuti GMT ia meminta izin kepada panitia. ”Jadi kan patokannya presensi, jadi presensi yang hari pertama dan kedua
harus ada, sedangakan presensi yang kedua itu dia izin untuk ibadah, kita harus
memaklumi”, terang Hafi.
Pengakuan
Pelapor indikasi Pelanggaran:
Samyudi salah satu
mahasiswa Geografi FIS, menceritakan kronologi pelaporan indikasi pelanggaran
yang dilakukan oleh Rezra bersama pengurus HMj Geografi. Awalnya, pelaporan
dilakukan oleh mahasiswa angkatan 2014 kepada KPF. Menurutnya, mahasiswa
pelapor ini terdiri dari beberapa anggota HMJ Geografi dan teman sekelas dari
Rezra, pihak terlapor.
Menurut
keterangannya, ketika indikasi pelanggaran itu dilaporkan oleh mahasiswa
angkatan 2014 yang notabene mahasiswa ’muda’, KPF dan Panwas kurang merespon
dengan serius. KPF serta Panwas berargumentasi bahwa agenda pemira sudah pada
proses keputusan sidang, sehingga tidak dapat diubah-ubah lagi. Baru setelah
Samyudi selaku mahasiswa senior angkatan 2012 ikut melaporkan indikasi
pelanggaran tersebut, pihak KPF dan Panwas mulai merespon laporan tersebut.
“Mereka (pelapor
pertama) mendengar bahwa satu calonnya itu tidak memiliki sertifikat GMT,
karena dia hanya ikut satu harinya saja. Otomatis dia nggak dapat. Tetapi teman-temannya yang sudah ijin dan tetap tidak
ikut satu hari itu tidak dapat sertifikat.”
“Berhubung kemarin
itu (pelaporan) rame-rame, dari hmj itu mendata kembali siapa
yang belum mendapatkan sertifikat dan kemudian dibuatkan lagi”, sambung
mahasiswa semester tujuh ini.
Pernyataan Samyudi
ini diperkuat oleh salah satu saksi yang juga teman sekelas terlapor, Rezra,
yang menolak menyebutkan nama, yang menerangkan bahwa malam setelah pelaporan
ke KPF terjadi, salah satu anggota HMJ Geografi yang satu offering dengannya
menyebarkan informasi mengenai pembuatan sertifikat susulan kepada mahasiswa
yang belum mendapatkan sertifikat GMT. Hal ini tentunya mengisyaratkan bahwa
terdapat usaha dari HMJ Geografi untuk menghindari kecurigaan dari mahasiswa
lain.
”Siang temenku itu
lapor, malamnya temenku yang juga anak hmj itu tanya di grup, “rek, siapa yang
belum dapat sertifikat?” terus aku pertamanya nggak respon, terus dia bilang “tolong cepat bales!”, akunya tanya
mbak, “kenapa?”, dia menjawab “ ya ini mau dibuatkan”, aku kan kaget mabk jadinya tak balas lagi, “loh kok baru sekarang?”
dianya jawab “ya mohon maaf, dari HMJ dulu kan sempat ada masalah dan ada yang ketlisut (red: salah taruh dan hilang)”,
cerita panjang lebar salah seorang saksi tersebut. Selain itu, ia pun mengaku
telah menyimpan bukti percakapan tersebut di handphone nya.
Para pelapor merasa
tersendat ketika kasus ini dibawa ke pembina HMJ Geografi tahun lalu, ketika
GMT untuk angkatan 2014 diselenggarakkan, Rudi Hartono. Rudi Hartono,
berdasarkan keterangan dari saksi pelapor mengatakan bahwa ia percaya saja
tentang keaslian sertifikat tersebut, karena beliau ditunjukkan tanda tangan
beliau sendiri pada sertifikat yang dibawa Ketum HMJ Geografi kehadapannya.
Inilah yang memberatkan pihak pelapor. Sementara untuk waktu kapannya, Rudi Hartono
sendiri sudah tidak ingat.
Hal lain yang
menambah alasan berhentinya penuntutan pelapor adalah adanya tekanan dari pihak
dekanat sendiri. Hasil forum yang diselenggarakan oleh KPF dan Panwas di depan
Wakil Dekan III yang juga menghadirkan pihak pelapor dan Ketum HMJ Geografi
mengatakan bahwa jika laporan tersebut terbukti benar, maka HMJ Geografi
terancam dijatuhi sanksi. Sebaliknya juga, jika penuntutan tetap dilakukan dan
laporan pelanggaran tidak terbukti benar, maka pihak pelapor yang terkena sanksi. “Dekanat juga meminta, ini (red: Pemira) tolong dilancarkan dulu, kalau
sudah selesai dan terjadi masalah atau terbukti palsu, konsekuensinya sudah ada
di surat pernyataan”, terang Ketua KPF, Subur.
Meskipun awak Siar secara langsung tidak dapat menemukan
Surat Pernyataan tersebut, namun dari keterangan pelapor,
Samyudi, sanksi tersebut tidak dijelaskan secara gamblang dalam surat
pernyataan yang ditandatangani oleh pihak-pihak yang berada dalam forum itu.
Akan tetapi, ia menambahkan adanya ancaman skorsing yang dilontarkan Wakil
Dekan III kepada pihak pelapor secara verbal.
”Ya bukannya kita
tidak berani. Tapi, kita harus mematuhi WD 3. Kita menyerahkan semuanya ke WD
3. Kalau misalkan terbukti, ya berarti
kinerjanya bagus. Kalau tidak terbukti, ya sudahlah gapapa”, terangnya.
”Bergerak nggak bergeraknya (WD III) saya tidak
tahu. Kita lihat saja, berapa suara yang didapatkan itu. Masak ya kayag gini
terus, kalau bisa sistem dan aturannya itu diperbaiki untuk kedepannya”,
tambahnya lagi.
Aturan Main dalam Organisasi (Struktural)
“Kasus apa? Saya
malah belum tahu.” Inilah yang Syamsul Bachri katakan mengawali wawancara awak
Siar dengan beliau. Selanjutnya,
wawancara pun berlanjut.
Meminjam apa yang dikatakan oleh Syamsul Bachri,
Pembina HMJ Geografi yang baru, bahwasannya dalam sebuah organisasi selalu
terdapat ”role of the game” atau aturan main yang mengharuskan adanya
koordinasi antar elemen dalam organisasi, terutama kepada pimpinan. Beliau,
tidak dapat mengklarifikasi apa-apa terkait kasus indikasi pemanipulasian
sertifikat tersebut kecuali akan berkoordinasi dengan pihak dekanat. ”Setelah
nanti saya koordinasi dengan WD 3, maka akan diketahui sikap yang harus diambil
tho”, ujar beliau dengan aksen Jogja
nya yang kental.
Ditemui terpisah,
Wakil Dekan III FIS, I Nyoman Ruja, awalnya beliau menjadikan rapat sebagai
alasan menolak untuk diwawancarai dan dimintai klarifkasi oleh Tim Siar. Beliau
mengatakan bahwa tidak ada yang perlu diklarifikasi olehnya. Setelah terpancing
dengan pertanyaan awak Siar, Beliau pun
menyatakan bahwa kasus tersebut tidak perlu lagi dipermasalahkan. Beliau juga
mengamini terkait surat pernyataan yang merupakan hasil dari forum bentukan KPF
dan Panwas dihadapan WD III. Lebih lanjut, beliau mengaku tidak tahu mengenai
isi surat tersebut. Hal yang sebenarnya sangat tidak mungkin. ”Itu kan masalah
anak-anak, saya tidak tahu isi suratnya”, tegas beliau mengakhiri pertemuannya
dengan awak Siar.
Hal ini berbeda
dengan apa yang disampaikan sendiri oleh Junaidi, Ketua DMFIS yang juga terlibat
dalam proses mediasi, yang menyatakan bahwa dekanat akan menjatuhkan sanksi
kepada pihak penggugat jika dalam perjalanannya pihak penggugat tetap
meneruskan gugatannya. “Kalo terkait
sanksi, sanksi memang tidak disebutkan secara eksplisit, entah di-DO atau
diskorsing,”, jelas Junaidi. Sebagai mediator, dalam hal ini WD III, jelas
mengetahui isi dari surat pernyataan tersebut.
Sebagai penutup,
secara probadi Junaidi tidak setuju dengan ancaman sanksi yang diterima
pelapor. “Akan tetapi untuk penjatuhan sanksi (kepada penggugat) saya kira nggak perlu”, tutupnya. (ahl/dvp/zai//)
alay ah
ReplyDeleteBagian mananya yang alay mas?
DeleteSilakan dikoreksi tulisan ini, bagaimana yg dimaksud alay, dan solusinya seperti apa menurut mas Luckman
DeleteAda beberapa hal yang mau saya koreksi dari tulisan teman2 LPM Siar ini. Yang pertama, terkait pencantuman nama saya sbg Ketua KPF (pada bait pertama). Saya sbg Ketum DMF, bukan Ketua KPF. Yang kedua, tolong kalau dlm penulisan berita, jgn bawa-bawa nama daerah. Yang ketiga, mengenai statemen saya "dekanat akan menjatuhkan sanksi kepada pihak penggugat jika dalam perjalanannya pihak penggugat tetap meneruskan gugatannya". Yang benar adalah jika dlm perjalanannya gugatan tersebut terbukti TIDAK BENAR maka akan ada penjatuhan sanksi. Bukan dengan melanjutkan gugatan saja terus di penggunggat dijatuhi sanksi. Mohon diperhatikan.
ReplyDelete