Massa ingin memasuki gedung tuntut kejelasan proses mediasi Pemira. Ugik/SIAR
Kamis (1/12) berlangsung hajat besar di Universitas Negeri Malang
(UM). Pemilu Raya (Pemira) tingkat Universitas maupun tingkat Fakultas serentak
menggunakan e-vote yang dilaksanakan
mulai pukul 08.00 WIB hingga ditutup pada pukul 16.00 WIB. Sepanjang sejarah Pemira UM, tahun ini adalah pertama kalinya e-vote digunakan.
Pengalaman yang minim tentang e-vote menimbulkan masalah baru berupa penumpukan massa yang tidak
terkendali saat proses pemilihan. Risma,
mahasiswi Fakultas Ilmu Sosial (FIS) menuturkan bahwa dia tidak jadi melakukan
pemilihan dikarenakan antrian panjang. “Saya sudah balik 2 kali, yang pertama
siang dan kembali lagi pukul 15.45 WIB tapi masih panjang saja, akhirnya saya
lebih memilih pulang,” tuturnya.
Masalah tersebut juga terjadi di Fakultas Ekonomi
(FE), “Pada saat mendekati pukul 16.00 WIB, mahasiswa yang mengantri masih panjang,”
cerita Robby, Ketua Dewan Mahasiswa Fakultas Ekonomi (DMFE). Berdasarkan
informasi dari grup e-vote yang
digunakan untuk berkoordinasi dengan KPU Pusat, DPM, DMF, WR 3 dan Kabag
Kemahasiswaan, Robby menuturkan bahwa
fakultas-fakultas lain juga mengalami antrian panjang padahal batas waktu
pemilihan segera ditutup.
Permasalahan tersebut menimbulkan kesepakatan dari KPU
Pusat UM, DPM, DMF untuk melakukan musyawarah di Gedung Kuliah Bersama (GKB). “DPM
berinisiatif mengumpulkan perwakilan dari semua fakultas untuk menceritakan
keadaan di fakultasnya dan mencari jalan keluar,” kata Robby.
Hasil dari musyawarah tersebut adalah adanya kata
sepakat untuk menambah waktu pemilihan sampai pukul 18.00 WIB. Namun, jika tempat
Pemilihan Suara (TPS) sudah sepi sebelum waktu tersebut boleh ditutup. “Akan tetapi jika sistem
pemilihan online masih berjalan meski TPS sudah tutup, sistem akan dimatikan
tetap jam 6 itu oleh tim pengembang langsung dari PTIK,” lanjut Robby.
Ketua KPU FE yang diwawancara bersamaan dengan Robby
hingga saat berita ini ditulis belum menyumbang
penjelasan apapun mengenai pernyataan tersebut. Dua orang KPU Pusat yang
ditemui di kesekretariatan DMFE juga menolak memberikan suara terkait
perpanjangan waktu tanpa pemberitahuan umum ini.
Perpanjangan waktu tersebut menimbulkan pertanyaan baru,
“ Kenapa diperpanjang kan peraturan awal dari KPU pusat hanya sampai jam 4 sore,
jangan-jangan ada kepentingan politik,” ungkap Ana, mahasiswi jurusan Akuntansi
yang mempertanyakan adanya perpanjangan waktu.
Pertanyaan seputar perpanjangan waktu tersebut tidak
berhenti begitu saja, semakin memanas hingga di fakultas Ekonomi sempat ada
mediasi dari pihak yang mendukung dan menentang perpanjangan waktu tersebut.
Robby menyatakan siap untuk mengumpulkan saksi yang menguatkan perpanjangan
waktu tidak mengandung unsur politik meski dia mengaku kesaksian yang terkumpul
nantinya tidak punya kekuatan hukum.
Ternyata, isu perpanjangan waktu tersebut juga mencuat
menjadi permasalahan yang menyerang Pemira tingkat universitas. Tommy, Panitia
Pengawas Pemilu (Panwaslu)tingkat universitas mengaku bahwa ia juga didatangi
dengan kasar oleh beberapa mahasiswa yang menuntut perpanjangan waktu tersebut
dibatalkan.
Malam hari, pukul 21.00 saat terjadi mediasi tingkat
universitas di gedung A3 ada seorang mahasiswa yang melayangkan gugatan
kepada KPU UM agar suara yang masuk setelah pukul 16.00
tidak berlaku. “KPU tidak memiliki intervensi, tidak ada pemberi tahuan dan
tindakan dari KPU tidak berdasar hukum,” katanya dengan berkobar saat
mengajukan tuntutan.
Akhirnya, KPU UM menyetujui tuntutan tersebut dan
menyatakan bahwa suara yang masuk setelah pukul 16.00 dinyatakan tidak sah.
Hingga berita ini ditulis, Ketua KPU Pusat pun masih belum bisa ditemui untuk
konfirmasi lebih lanjut atas pengambilan tindakan perpanjangan waktu yang menimbulkan
kehebohan tersebut. (tri/ugk//eva)
Comments
Post a Comment