Skip to main content

Kebebasan Berorganisasi Dipertanyakan




Karikatur By:d.y.novitasari

S.W Ardiana Putri*
Membunuh pelan-pelan lebih menyakitkan daripada langsung terhunus pedang kemudin mati. Itulah yang dirasakan sebagian besar mahasiswa Universitas Negeri Malang (UM) yang ingin mengaktualisasikan ide, pemikiran, dan gagasan mereka dalam berorganisasi. Hal itu, karena adanya peraturan pembatasan jam malam yang dirasa sangat mematikan kreativitas mahasiswa. 

Menilik peraturan Rektor Nomor 11 Tahun 2016 mengenai pemberlakuan batas jam malam untuk penggunaan ruang sekretariat Ormawa di UM beberapa waktu lalu, membuat sebagian besar mahasiswa, khususnya warga Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM) merasa tak terima. Pasalnya, malam hari adalah waktu yang paling efektif untuk menyalurkan dan mengekspresikan bakat dan minat mahasiswa, karena pada siang hari mahasiswa harus berkutat dengan urusan akademik. Tidak hanya itu, jika batas jam malam diberlakukan maka secara otomatis alokasi waktu untuk kepentingan perkembangan organisasi akan berkurang. 

Kami sangat menyadari hakikat dasar mahasiswa, yaitu menuntut ilmu di perguruan tinggi dan belajar. Namun, ilmu tidak cukup didapat hanya dari kelas yang sifatnya akademis saja, mahasiswa membutuhkan lebih. Mahasiswa haus akan pengalaman-pengalaman yang diperoleh dari organisasi atau kegiatan non akademis lainnya. Mahasiswa perlu mengembangkan bakat dan minatnya dalam kegiatan kemahasiswaan. Sebenarnya, jika mahasiswa pandai dalam membagi waktu antara organisasi dan kuliah maka tidak mustahil untuk sukses di kedua hal tersebut. 

Keberadaan organisasi kemahasiswaan atau biasa disebut Ormawa merupakan wadah ataupun sarana pengembangan diri mahasiswa ke arah perluasan wawasan dan peningkatan kecendekiawanan beserta integritas kepribadian. Sesuai dengan Peraturan Rektor Universitas Negeri Malang Nomor: 13/KEP/UN32/KM/2012 Tahun 2012, bentuk Ormawa terdiri atas Ormawa Pemerintahan Mahasiswa (OPM) dan Ormawa Non Pemerintahan Mahasiswa (ONPM). 

Selama ini OPM dan ONPM melakukan kegiatan pengembangan organisasi mereka pada malam hari. Entah itu rapat untuk menyiapkan sebuah event, latihan rutinan, rapat harian, atau bahkan melakuan diskusi dan kajian. Jika proses tersebut tersendat karena adanya batas jam malam maka bagaimana bisa kami mengoptimalkan kreativitas? 

Pemberlakuan jam malam tentunya tidak tanpa alasan, para pemangku kebijakan kampus tentu memiliki alasan yang kuat saat mengeluarkan peraturan tersebut. Salah satunya yang mendasari dikeluarkannya peraturan tersebut, yaitu sekretariat UKM yang harusnya digunakan untuk memfasilitasi kegiatan yang sesuai dengan bidangnya masing-masing, malah disalahgunakan menjadi tempat bermalam para penghuni UKM, baik laki-laki maupun perempuan, bahkan diantarannya ada yang sudah berstatus alumni. Hal tersebut, tentu saja tidak sesuai dengan fungsi utama kesekretariatan UKM menurut Rektorat.  

Pada dasarnya perilaku warga UKM yang demikian mempunyai alasan yang kuat juga. Sebagian besar warga UKM mau tidak mau harus menunda kepulangannya karena aktivitas yang belum selesai dan malam terlanjur larut. Selain karena faktor keamanan, adanya pemberlakuan jam malam di kos perempuan juga menjadi alasan. Akhirnya, mereka tidak bisa pulang.  

Alangkah lebih baik jika aktivitas di malam hari tak melulu dipandang sebelah mata. Stereotip seperti itu baiknya dipahami kembali. Semoga kebebasan berekspresi dan berorganisasi tak lagi dikekang oleh berbagai alibi dan regulasi. Mari, buktikan dengan aksi dan prestasi. Jika tak ada lagi prestasi gemilang, mungkin para pemangku kebijakan bisa memahami?

*Penulis adalah pegiat LPM Siar UKMP UM

Comments

Popular posts from this blog

Pemira FIS Ternodai

Indikasi Pemalsuan Syarat Pencalonan di HMJ Geografi Rabu (25/11) – Ketua Komisi Pemilihan Fakultas Ilmu Sosial (KPFIS), Junaidi, mengatakan   bahwa terjadi beberapa permasalahan pada serangkaian kegiatan Pemilihan Raya (Pemira) FIS. Salah satunya adalah i ndikasi pemanipulasian sertifikat ospek jurusan oleh Himpunan Mahasiswa Jurusan Geografi (HMJ Volcano) untuk wakil calon nomor 1, Rezra. ”Ada ketidakterimaan dari beberapa mahasiswa mengenai salah satu calon, gara-gara ada salah satu calon yang persyaratanya nggak tepat, menurut mereka. Contohnya sertifikat mbak, menurut sang pelapor itu palsu”, ujar Subur selaku Ketua KPFIS.