Skip to main content

Beda Informasi, Tunjukkan Kurangnya Koordinasi antar Anggota BEM FIK

Berbedanya pendapat antara Sammy Lippo, salah satu anggota BEM FIK bidang hubungan organisasi luar, dengan Eko Wahyudi, ketua BEM FIK soal sanksi PKKMB FIK menunjukkan kurangnya koordinasi di BEM FIK dalam menyambut PKKMB FIK. Bila sebelumnya Sammy mengatakan mahasiswa baru (maba) yang melanggar diganjar sanksi sosial sebagai bentuk pendisiplinan, disisi lain Eko membantah adanya sanksi tersebut. Menurut Eko, tidak ada sanksi apapun di PKKMB FIK karena sistem poin yang diberlakukan sebagai standard kelulusan PKKMB. “Kalau mau lulus PKKMB kehadiran minimal adalah 80% dari poin, begitupun tugas yang dikerjakan harus mencapai 80% poin,” tutur Eko

 Akan dibuat poin-poin sebagai standar kelulusan PKKMB Fakultas 2016. Kriteria kelulusan PKKMB berdasarkan kehadiran 80% dan pengerjaan tugas 80% meliputi makalah atau artikel tentang FIK, menghafal mars UM, serta merangkum materi selama proses PKKMB Fakultas. Apabila maba tidak lulus PKKMB tahun ini, maka mereka harus mengulang PKKMB tahun depan. (fhm/ynn//eva)




Comments

Popular posts from this blog

Pemira FIS Ternodai

Indikasi Pemalsuan Syarat Pencalonan di HMJ Geografi Rabu (25/11) – Ketua Komisi Pemilihan Fakultas Ilmu Sosial (KPFIS), Junaidi, mengatakan   bahwa terjadi beberapa permasalahan pada serangkaian kegiatan Pemilihan Raya (Pemira) FIS. Salah satunya adalah i ndikasi pemanipulasian sertifikat ospek jurusan oleh Himpunan Mahasiswa Jurusan Geografi (HMJ Volcano) untuk wakil calon nomor 1, Rezra. ”Ada ketidakterimaan dari beberapa mahasiswa mengenai salah satu calon, gara-gara ada salah satu calon yang persyaratanya nggak tepat, menurut mereka. Contohnya sertifikat mbak, menurut sang pelapor itu palsu”, ujar Subur selaku Ketua KPFIS.

LPJ Ajarkan Korupsi pada Mahasiswa*

Jika kita membicarakan tentang korupsi memang tidak akan pernah ada habisnya. Dari siapa yang bertanggung jawab sampai bagaimana korupsi itu selau meracuni moral bangsa Indonesia. Banyaknya koruptor juga tidak lepas dari peran pendidikan yang ada pada jenjang sekolah ataupun pendidikan yang tertanam pada keluarga sejak kecil. Kebiasaan berbohong yang di ajarkan oleh para orang tua memicu salah satu bibit-bibit koruptor. Contohnya seperti ini, ada orang tua bilang ke anaknya “nak nanti kalau ada yang mencari mama, bilang yaa mama sedang keluar” padahal si mama sedang asyik-asyik menonton TV di dalam rumah. Secara tidak langsung sang mama mengajarkan berbohong pada si anak. Ketika anak terdidik untuk tidak jujur, maka kebiasaan ini akan membentuk karakternya, apalagi tanpa adanya landasan agama yang jelas.