Skip to main content

Panji-Anggraeni Hipnotis Bhineka Camp IV


Teater Komunitas (TeKo), kelompok teater bergenre surealis ini kembali mementaskan mahakarya teater berjudul Panji-Anggraeni. Pementasan ini menjadi acara penutup dari serangkaian acara Bhineka Camp IV yang diadakan Encompass Indonesia. Sabtu malam (14/5), Graha Kertarajasa, Kota Wisata Batu, dipenuhi puluhan penonton termasuk para peserta Bhineka Camp IV.
“Keren banget, Indonesia banget..,” puji Dewi Muslihah, peserta Bhineka Camp IV asal Kendari, Sulawesi Tengah. Meski mengaku belum pernah menonton TeKo sebelumnya, mahasiswi yang kini menempuh S2 di Universitas Negeri Yogyakarta ini begitu mengagumi penampilan TeKo. Menurutnya, kisah cinta Panji dan Anggraeni yang disajikan teater TeKo begitu menyentuh. “Teko totalitas tanpa batas,” tegas mahasiswi yang biasa dipanggil Uci ini. Uci menyatakan bahwa sepengamatannya belum ada teater seperti TeKo di Kendari.
TeKo memang tetap khas dengan genre surealis. Dengan paduan olah gerakan yang indah, Panji-Anggraeni berhasil memukau penonton. Habiburrahman atau yang akrab dipanggil Bedjo adalah sutradaranya, dalang dari pertunjukkan malam itu. Bedjo menjelaskan bahwa penampilan ini sangat menguras fisik dari para aktor. “Teater komunitas bergenre surealis non realis jadi non verbal, mempertontonkan bahasa tubuh,” jelas Bedjo yang juga sempat memerankan Panji dalam adegan teater TeKo yang berjudul Kekenceng.
Bedjo juga memaparkan bahwa alur Panji-Anggraeni merupakan pengembangan dari Kekenceng. TeKo bertahan dengan mempopulerkan budaya lokal. “Inspirasinya sebenarnya sederhana ingin mengangkat budaya lokal dengan versi teater komunitas,” begitu kata Bedjo. Sofyan pemeran Panji dalam kisah Panji-Anggraeni yang sudah mengikuti TeKo sejak awal berdiri 2 tahun yang lalu, berharap TeKo lebih produktif dan terus berkarya. fajar


Comments

Popular posts from this blog

Pemira FIS Ternodai

Indikasi Pemalsuan Syarat Pencalonan di HMJ Geografi Rabu (25/11) – Ketua Komisi Pemilihan Fakultas Ilmu Sosial (KPFIS), Junaidi, mengatakan   bahwa terjadi beberapa permasalahan pada serangkaian kegiatan Pemilihan Raya (Pemira) FIS. Salah satunya adalah i ndikasi pemanipulasian sertifikat ospek jurusan oleh Himpunan Mahasiswa Jurusan Geografi (HMJ Volcano) untuk wakil calon nomor 1, Rezra. ”Ada ketidakterimaan dari beberapa mahasiswa mengenai salah satu calon, gara-gara ada salah satu calon yang persyaratanya nggak tepat, menurut mereka. Contohnya sertifikat mbak, menurut sang pelapor itu palsu”, ujar Subur selaku Ketua KPFIS.

Menang Tanpa Perang

 Oleh: Fajar Dwi Affanndhi Pesta tak lagi meriah. Tidak seperti pesta yang biasa kita ketahui, hingar bingar, penuh warna-warni, dan dinanti-nanti. Pesta demokrasi di kampus ini sepi. Jangan harap perdebatan panas antar calon pemimpin. Ketika calonnya saja hanya satu. Ya, calon tunggal   tanpa lawan. Pemilu Raya, atau yang biasa kita sebut PEMIRA, kini seakan hilang greget -nya. Hampir di semua fakultas di UM terdapat calon tunggal.   Baik itu calon ketua BEM, ketua HMJ, atau bahkan yang lebih parah, calon DMF yang seharusnya dipilih lima orang dari setiap jurusan, malah hanya ada satu calon dalam satu fakultas yang notabene terdiri dari beberapa jurusan. Padahal, adanya calon tunggal bukan tidak mungkin yang terjadi mereka bakal   “menang tanpa perang”.  

Carut Marut Tempat Parkir UM: Mulai Sempitnya Lahan hingga Uang Parkir buat Jajan

      Saat ini, transportasi sudah menjadi kebutuhan primer. Berbagai macam alat transportasi diciptakan untuk memenuhi kebutuhan manusia berpindah dari satu lokasi ke lokasi lain, apalagi jika menempuh jarak yang cukup jauh. Salah satu alat transportasi paling populer di Indonesia adalah motor. Motor sangat populer di kalangan pelajar dan mahasiswa. Setiap fakultas memiliki tempat parkir sendiri-sendiri, namun tidak mewajibkan mahasiswanya untuk memarkirkan motor berdasarkan fakultas masing-masing. Anehnya, meskipun dalam satu fakultas, berbeda tempat parkir juga berbeda sistem pengelolaannya. Hal ini dapat kita lihat di tempat parkir Fakultas Sastra (FS). Seharusnya hanya motor yang dikenai biaya parkir, tapi sepeda pun dikenai biaya parkir. Meskipun jumlah sepeda tidak seberapa dibandingkan motor, tetapi tetap saja hal ini menyalahi aturan.