Lagi-lagi
Pers Mahasiswa mengalami diskriminasi. Pelaku utamanya adalah birokrat kampus. Kisah
pilu pembubaran paksa pengurus Unit Kegiatan Pers Kampus Mahasiswa (UKPKM)
Media Universitas Mataram (Unram) pada November 2016 masih bersambung. Pembubaran
tersebut terjadi karena pihak rektorat menganggap bahwa produk jurnalis UKPKM
Media telah mengganggu kenyaman kampus Unram. Buntut dari pembubaran sepihak pengurus UKPKM
Media oleh pihak rektorat, Rabu Sore (6/4) adalah pengusiran pengurus yang
sedang melaksanakan rapat redaksi di kantor sekretariatannya.
Pengusiran
tersebut dilakukan oleh sejumlah satuan pengaman (satpam) kampus yang dipimpin Musanif,
Kabag Kemahasiswaan Unram. Saat diwawancara via
media sosial, Bunga Damai, Pimpinan Umum UKPKM Media menyatakan tindakan
represif ini bukan yang pertamakali dialami anggotanya. Awal Desember, mereka
juga mengalami hal serupa, namun untuk menghindari konflik dengan pihak
keamanan, para pegiat pers mahasiswa ini memilih menyerahkan kunci kantor sekretariatannya.
Sebelumnya,
pihak rektorat sudah membentuk kepengurusan baru dalam tubuh UKPKM Media,
sehingga pengurus yang saat ini sedang menjabat dianggap tidak resmi. Perihal pembentukan
pengurus baru UKPKM Media oleh pihak rektorat tersebut. Menanggapi hal itu,
UKPKM Media menilai pihak rektorat melakukan malprosedur. Alasannya,
karena sampai saat ini mereka belum menerima Surat Keputusan (SK) resmi mengenai
pembubaran tersebut.
Langkah
awal UKPKM Media terkait kasus malprosedur yang dilakukan oleh pihak rektorat adalah
mengirm surat pengaduan kepada Kementerian Riset dan Tekonologi (Kemenristek)
dan Ombudsman. Namun, belum ada respon dari Kemenristek sehingga Ombudsman juga
belum bisa mengambil tindak lanjut. UKPKM Media tidak tinggal diam, berbagai
usaha dilakukan termasuk meminta bantuan kepada lembaga lainnya.
“Upaya
terdekat kami, melakukan konsolidasi dengan berbagai lembaga atau ikatan agar
memfasilitasi kami bertemu dengan rektor dan menuntut pengakuan,” jelas Bunga
saat ditanyai perkembangan kasus pembubaran tersebut. Dia juga menceritakan
bahwa para pegiat Lembaga Pers Mahasiswa (LPM) di Mataram turut menunjukkan
solidaritasnya melalui aksi-aksi damai seperti aksi tabur bunga dan menyalakan
lilin di depan gerbang Unram. Aksi tersebut sebagai wujud matinya demokrasi.
Tak
ketinggalan, LPM yang ada diluar Mataram menunjukkan simpatinya dengan cara
menyebarkan berita pembubaran ini. Bahkan, Aliansi Jurnalis Independent (AJI)
Mataram bersedia kantor sekretariatannya digunakan oleh anggota UKPKM Media untuk
berkumpul.
Dilain
sisi, AJI Mataram melalui siaran pers mengecam pengusiran jurnalis UKPKM Media
Unram. “Apa yang dilakukan satuan pengaman kampus atau satpam bersama Kabag
Kemahasiswaan itu, sama sekali tidak mendidik. Rektor semestinya mengedepankan
budaya dialog, bukan cara-cara intimidatif,” tegas Fitri Rachmawati, Ketua AJI
Mataram. Fitri atau yang akrab dipanggil Pikong mengecam tindakan pengusiran
tersebut, terlebih pada saat itu anggota UKPKM Media sedang melaksanakan rapat
redaksi.
Selama
konflik ini terjadi, Bunga mengaku mengalami banyak kendala terutama dalam
kegiatan keredaksian. “Banyak liputan yang terganggu karena narasumber,
terutama dari kampus yang menolak kami wawancara untuk berita kami,” ungkap
mahasiswi jurusan Pendidikan Bahasa Inggris ini. Kendala lainnya adalah dari
segi pendanaan. Untuk mengatasi masalah pendanaan, kawan-kawan UKPKM Media
memilih menggunakan newsletter dan online dalam hal publikasi berita. (fjr/eva)
Comments
Post a Comment