*Hana Anggita
Volunteerism
berasal dari kata Voluntas dalam
Bahasa Latin yang berarti keinginan individu, sedangkan dalam Bahasa Indonesia berarti
kesukarelawanan. Dewasa ini kegiatan yang berasaskan sukarela mulai
bermunculan. Hal itu terjadi karena empati sosial akibat rasa pesimis
masyarakat terhadap kinerja pemerintah yang terkesan lamban.
Menurut UN
Volunteers definisi kegiatan kesukarelawanan, yaitu “Volunteerism is not only the backbone of civil society
organizations and social and political movements, but also of many health,
education, housing and environmental programmes and a range of other civil
society, public and private sector programmes worldwide. It is an integral part
of every society.
Deeply
ingrained in many communities around the world are systems characterized by
solidarity, compassion, empathy and respect for others, often expressed through
the giving of one’s time.”
Hal tersebut
mengungkapkan bahwa sektor kegiatan sukarela bukan hanya terjadi pada
organisasi sosial atau politik, melainkan sudah merambah pada sektor lainnya, seperti
ranah pendidikan.
Salah satu
organisasi sukarela yang bergelut di dunia pendidikan adalah UMengajar yang
berasal dari Kota Malang. Memiliki tagline
“Gerakan UMengajar dari Kampus Pendidikan untuk Malang Raya dan Indonesia”
mereka hadir setiap Sabtu pagi di sekolah-sekolah “teratas”. Jangan bayangkan
sekolah dengan fasilitas lengkap dan peserta didik nan pintar yang didatangi
oleh UMengajar, “teratas” yang dimaksud adalah letak sekolah berada di Lereng
Gunung Bromo. Sekolah-sekolah tersebut adalah SDN Ngadas 01, SDN Taji 1, dan
SDN Taji 2. Kelas yang dimiliki oleh sekolah-sekolah tersebut berjumlah tidak
lebih dari tiga atau empat ruangan saja, sehingga untuk mensiasati kekerungan
kelas, beberapa kelas harus digabung atau disekat dengan papan triplek. Riuh
gaduh celotehan anak-anak sekolah dasar tentu saja tidak terelakan yang
terkadang mengganggu kosentrasi belajar. Orang mungkin tidak menyangka icon pariwisata yang terkenal seperti
Bromo, memiliki sekolah-sekolah yang ruang kelasnya hanya dibatasi oleh papan
yang tipis.
Berangkat dari contoh
permasalahan tersebut, banyak organisasi sukarela yang berusaha mendapatkan
bantuan dari para donatur dan atau mendapatkan legalitas dari lembaga tertentu
untuk mendukung programnya. Jalan panjang menuju hal itu tentunya memilki
banyak hambatan, mulai dari kekurangan SDM, dana, transportasi, dll. Komentar-komentar
yang tidak sesuai dengan harapan acap kali juga bermunculan. Sebagai contoh
“Organisasi seperti ini dapat disalahgunakan oleh pihak yang tidak bertanggung
jawab” atau “Mereka yang tidak profesional seharusnya tidak melakukan kegiatan
ini”. Gus Dur pernah berkata “Tidak
penting apapun agama atau sukumu, kalau kamu bisa melakukan sesuatu yang baik
untuk semua orang, orang tidak pernah tanya apa agamamu”. Intinya semangat
untuk memperjuangkan yang baik adalah hal yang terpenting, latar belakang orang
yang melakukan bukan hal yang utama. Ungkapan setulus merpati, namun segesit
ular dapat digunakan oleh kebanyakan organisasi sukarela yang ada. Bukan hanya
sigap akan kesempatan mendapatkan donatur dan atau legalitas yang mungkin bisa
saja dimenangkan untuk membantu kegiatan mereka, namun keikhlasan dalam
bertindak adalah hal yang harus dijunjung tinggi. Sekecil apapun kebaikan yang
diberikan pastilah akan berdampak besar untuk mereka yang membutuhkan. Jangan
sampai esensi mulia yang dimiliki beralih pada hal lain yang tidak sesuai
dengan visi dan misi organisasi tersebut, hingga hilanglah identitas organisasi
itu sebagai organisasi yang berawal dari keinginan baik dan membantu sesama.
*Pegiat LPM Siar,
Jurusan Sastra Jerman
Comments
Post a Comment