Skip to main content

Mahasiswa dan Esensi Voluntarisme

*S.W. Ardiana Putri
 
Manusia diciptakan untuk menebar kebaikan di bumi. Setelah diberi kesempatan hidup, kemudian pasti mati. Terbujur kaku dan tak berarti lagi selain kebaikan yang pernah ia beri. Sejatinya, manusia dikatakan berguna jika selalu peduli terhadap sesamanya. 

Mahasiswa termasuk manusia yang seharusnya memiliki kepekaan terhadap masalah-masalah sosial. Peran mahasiswa sangat penting dalam kehidupan bermasyarakat karena mahasiswa adalah seorang akademisi yang memiliki kompetensi di bidangnya masing-masing yang diharapkan bisa berkontribusi untuk mengatasi berbagai masalah sosial tersebut. Mahasiswa keguruan misalnya, dia bisa memberikan sumbangsih berupa kemampuannya mengajar anak- anak yang masih terbengkalai dalam hal pendidikannya.

Voluntarisme merupakan kegiatan memberikan pelayanan secara sukarela oleh sukarelawan dalam bentuk sumbangan berupa pikiran, tenaga, barang, uang, dan sebagainya sebagai wujud kepedulian sosial. Di Indonesia kegiatan seperti ini bukannya merupakan hal baru. Tetapi volunterisme mulai marak kembali akhir-akhir ini.  

Volunteer, sebutan bagi seorang yang melakukan kegiatan voluntarisme juga mulai bermunculan akhir-akhir ini. Entah murni dari keinginan pribadi secara ikhlas ataupun ada tujuan dan motif tertentu seperti mencari eksistensi dan pemenuhan administrasi akademik saja. Apapun tujuan awal dan alasannya, voluntarisme tetaplah suatu bentuk kepedulian atas nama kemanusiaan. 

Mahasiswa yang juga menjadi volunteer akan mendapatkan lebih banyak pengalaman daripada mahasiswa yang tidak pernah terjun sama sekali dalam kegiatan semacam ini. Mahasiswa volunteer akan menjadi lebih peka terhadap permasalahan yang dialami oleh masyarakat luar. Misalnya saja jika terdapat seorang mahasiswa yang turut andil dalam aksi revitalisasi budaya yang hampir punah, dan itu yang dirasakan oleh masyarakat umum, maka mahasiswa dapat merasakan pula keresahan yang dialami masyarakat. Meskipun melakukannya membutuhkan pengorbanan waktu dan tentunya materi. Tetapi jika dilakukan secara ikhlas maka akan mendapat kepuasan batin tersendiri.

Manfaat lain yang bisa didapatkan dari volunterisme yaitu mengubah nilai hidup dan cara pandang seseorang. Mahasiswa yang hidup berkecukupan dan terbiasa menerima sokongan dana dari para orang tua mereka akan terbelalak matanya setelah melihat kenyataan bahwa ternyata masih banyak anak-anak yang belum bisa mengenyam pendidikan secara layak. Belum lagi ketika melihat kenyataan bahwa masih banyak orang-orang yang hidup di bawah garis kemiskinan, itu semua menjadi tugas para volunteer di samping pemerintah tentunya untuk mengentas berbagai permasalahan tersebut. Sebenarnya banyak sekali permasalahan sosial yang harus dilirik oleh para mahasiswa karena mahasiswa adalah  penentu masa depan bangsa.

Tujuan utama voluntarisme bukan private oriented melainkan social oriented. Apa yang dihasilkan dari kegiatan itulah yang menjadi kepuasan bagi pelakunya. Memberikan kebahagiaan dan manfaat kepada orang banyak akan meningkatkan rasa syukur terhadap Yang Memberi Umur. Jika tujuannya tetap untuk keperluan pribadi pelakunya, maka “kesukarelawanan” itu tidak ada artinya, nol besar. Oleh karena itu, tidak ada salahnya jika kita sebagai mahasiswa lebih peduli lagi terhadap permasalahan sosial.

Setidaknya bisa dimulai dari hal sederhana, misalnya ikut menjadi relawan pada kegiatan sektoral atau kegiatan yang diadakan oleh lingkungan kampus dan sekitarnya, misalnya bakti sosial yang sering diselenggarakan di tiap- tiap komunitas. Kemudian setelah terbiasa, akan lebih baik lagi jika ikut pada kegiatan pada skala nasional agar manfaatnya bisa dirasakan oleh masyarakat yang cakupannya lebih luas. Contohnya kegiatan sosial bertajuk Menyapa Negeriku yang diselenggarakan oleh Kemristekdikti, dalam kegiatan tersebut kita dapat mengunjungi berbagai daerah di tanah air yang memerlukan perhatian khusus. Melalui berbagai kegiatan semacam itulah diharapkan mahasiswa, sebagai harapan bangsa tidak lagi apatis terhadap hal yang seharusnya menjadi salah satu perhatian kita sebagai pemegang amanah bangsa.  Apabila mahasiswa tetap apatis terhadap permasalahan- permasalahan yang terjadi, akan menjadi apa seperti apa bangsa ini?

*Pegiat LPM Siar, Jurusan Sastra Indonesia

Comments

Popular posts from this blog

Pemira FIS Ternodai

Indikasi Pemalsuan Syarat Pencalonan di HMJ Geografi Rabu (25/11) – Ketua Komisi Pemilihan Fakultas Ilmu Sosial (KPFIS), Junaidi, mengatakan   bahwa terjadi beberapa permasalahan pada serangkaian kegiatan Pemilihan Raya (Pemira) FIS. Salah satunya adalah i ndikasi pemanipulasian sertifikat ospek jurusan oleh Himpunan Mahasiswa Jurusan Geografi (HMJ Volcano) untuk wakil calon nomor 1, Rezra. ”Ada ketidakterimaan dari beberapa mahasiswa mengenai salah satu calon, gara-gara ada salah satu calon yang persyaratanya nggak tepat, menurut mereka. Contohnya sertifikat mbak, menurut sang pelapor itu palsu”, ujar Subur selaku Ketua KPFIS.

LPJ Ajarkan Korupsi pada Mahasiswa*

Jika kita membicarakan tentang korupsi memang tidak akan pernah ada habisnya. Dari siapa yang bertanggung jawab sampai bagaimana korupsi itu selau meracuni moral bangsa Indonesia. Banyaknya koruptor juga tidak lepas dari peran pendidikan yang ada pada jenjang sekolah ataupun pendidikan yang tertanam pada keluarga sejak kecil. Kebiasaan berbohong yang di ajarkan oleh para orang tua memicu salah satu bibit-bibit koruptor. Contohnya seperti ini, ada orang tua bilang ke anaknya “nak nanti kalau ada yang mencari mama, bilang yaa mama sedang keluar” padahal si mama sedang asyik-asyik menonton TV di dalam rumah. Secara tidak langsung sang mama mengajarkan berbohong pada si anak. Ketika anak terdidik untuk tidak jujur, maka kebiasaan ini akan membentuk karakternya, apalagi tanpa adanya landasan agama yang jelas.