Skip to main content

KPU Bersikeras, Ketua Memutuskan Mundur

Selasa (9/2) Ahmad Mudakir memberikan penjelasan mengenai pengunduran dirinya sebagai Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) 2015/2016. Terdapat tiga hal yang menjadi alasan pengunduran dirinya, yakni tidak adanya independensi anggota KPU, pelanggaran Surat Keterangan (SK) Rektor, dan pengabaian Nota Dinas dari pihak Rektorat oleh KPU. “Saya meyakinkan hati saya untuk keluar dari KPU pada 28 Januari 2016, pada saat sidang seleksi administratif,” ungkap mahasiswa FMIPA ini. Protes yang dilayangkan dari berbagai oknum terkait persyaratan OPM (Organisasi Pemerintahan Mahasiswa) yang dibuat oleh KPU, membuat sang Ketua dipanggil oleh pihak Rektorat. Nota Dinas yang diberikan oleh pihak Rektorat tersebut berisi tentang instruksi agar KPU mengembalikan aturan persyaratan OPM sesuai dengan SK Rektor Tahun 2012. Mudakir juga menjelaskan kepada forum (KPU,red), namun mayoritas memutuskan untuk tetap menggunakan persyaratan OPM yang dibuat oleh KPU pada sidang sebelumya. Mudakir akhirnya kembali kepada Wakil Rektor (WR) 3 dan diberikan solusi untuk menghadirkan pihak Rektorat pada sidang selanjutnya. “Akan tetapi pada sidang seleksi administratif, Bapak Syamsul berhalangan untuk datang karena harus menemani Ibu Syamsul yang sakit setelah operasi,” ujar pria kelahiran Lamongan ini. Pada sidang tersebut Mudakir menjelaskan, bahwa dirinya bertanya kembali kepada forum apakah persyaratan akan tetap pada hasil sidang sebelumnya atau dikembalikan sesuai dengan SK Rektor, mayoritas memilih (lagi) untuk tetap pada hasil sidang. Mendengar hal tersebut, Mudakir memutuskan untuk mengundurkan diri, lalu melemparkan palu sidang pada Presidium 2, dan meninggalkan surat pengunduran dirinya.

Pengunduran diri Ketua KPU ditanggapi  juga oleh pihak Rektorat. “Mengenai pengunduran ketua KPU sudah saya tegaskan melalui surat saya kepada Dewan Perwakilan Mahasiswa (DPM), saya sangat kecewa dan menyesalkan mundurnya ketua KPU ketika pemira belum terlaksana jelas Bapak Syamsul Hadi. Meskipun demikian, sebagai pimpinan Universitas Negeri Malang (UM), pada tahun 2016 ini, pihak Rektorat masih sangat berharap ada BEM dan DPM yang dipilih melalui Pemira. Selain itu, WR 3 juga menjelaskan dua hal yang harus dilaksanakan oleh DPM terkait Pemira ini.
Isnawati Hidayah, anggota Komisi Pemerintahan DPM, membenarkan surat dari WR 3 kepada DPM. Ia mengatakan bahwa surat tersebut mengandung dua poin utama, yakni memfasilitasi penataan kembali struktur organisasi KPU UM Tahun 2015/2016 dan menyelenggarakan Pemira UM Tahun 2016 sesuai dengan peraturan Rektor UM Nomor 13/KEP/UN32/KM/2012 tentang Pedoman Organisasi Kemahasiswaan UM paling lambat akhir Februari 2016.

Menindaklanjuti hal tersebut, pihak DPM telah mengumpulkan anggota KPU pada 10 Februari 2016, tetapi tidak memenuhi kuorum karena hanya ada 12 anggota yang datang sehingga belum menghasilkan restrukturisasi. (hna/wka//eva)

Comments

Popular posts from this blog

Pemira FIS Ternodai

Indikasi Pemalsuan Syarat Pencalonan di HMJ Geografi Rabu (25/11) – Ketua Komisi Pemilihan Fakultas Ilmu Sosial (KPFIS), Junaidi, mengatakan   bahwa terjadi beberapa permasalahan pada serangkaian kegiatan Pemilihan Raya (Pemira) FIS. Salah satunya adalah i ndikasi pemanipulasian sertifikat ospek jurusan oleh Himpunan Mahasiswa Jurusan Geografi (HMJ Volcano) untuk wakil calon nomor 1, Rezra. ”Ada ketidakterimaan dari beberapa mahasiswa mengenai salah satu calon, gara-gara ada salah satu calon yang persyaratanya nggak tepat, menurut mereka. Contohnya sertifikat mbak, menurut sang pelapor itu palsu”, ujar Subur selaku Ketua KPFIS.

LPJ Ajarkan Korupsi pada Mahasiswa*

Jika kita membicarakan tentang korupsi memang tidak akan pernah ada habisnya. Dari siapa yang bertanggung jawab sampai bagaimana korupsi itu selau meracuni moral bangsa Indonesia. Banyaknya koruptor juga tidak lepas dari peran pendidikan yang ada pada jenjang sekolah ataupun pendidikan yang tertanam pada keluarga sejak kecil. Kebiasaan berbohong yang di ajarkan oleh para orang tua memicu salah satu bibit-bibit koruptor. Contohnya seperti ini, ada orang tua bilang ke anaknya “nak nanti kalau ada yang mencari mama, bilang yaa mama sedang keluar” padahal si mama sedang asyik-asyik menonton TV di dalam rumah. Secara tidak langsung sang mama mengajarkan berbohong pada si anak. Ketika anak terdidik untuk tidak jujur, maka kebiasaan ini akan membentuk karakternya, apalagi tanpa adanya landasan agama yang jelas.