Panitia
PKPT FIP mewajibkan mahasiswa barunya mengenakan baju tema ataudress code menyerupai pahlawan pada hari
terakhir PKPT, sabtu (15/08). Tema yang diusung adalah “Pendidikan etnik zaman
dulu”, contohnya mirip Ki Hajar Dewantara, Soekarno, Nyai Dahlan, Cut Nyak Dien,
RA Kartini dan lain – lain.
Saat
peraturan ini pertama kali diumumkan di media sosial, banyak maba yang
menyatakan keberatan. Kebanyakan dari mereka menganggap berkostum mirip
pahlawan berarti harus menyewa kostum ala pahlawan Indonesia. Contohnya, jika
ada mahasiswi yang ingin berkostum miripCut Nyak Dien, maka ia harus memakai
sanggul dan memakai kebaya khas aceh.
Diah
Ayu, maba dari program studi Pendidikan Luar Biasa (PLB) mengaku bingung dengan
peraturan ini. “Kalau secara pribadi sih, mungkin ya bukan keberatan, tapi
bingung. Kalau temen – temen yang lain ya banyak yang bilang keberatan sih,
terus ada yang bilang bingung, gimana sih, kayak pahlawan, harus pakai kebaya
kah?”
Sementara
Yohan, maba dari program studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar menyikapi lain
peraturan ini. Ia mengaku tidak keberatan. “Nggak sih, ya cuma kreativitas aja.
Ya menyikapinya aja, ya kayak kita anggap pahlawan itu apa terus pakaiannya kan
terserah, kan kebanyakan orang (zaman, red) dulu (pakai, red) batik,” ungkap
mahasiswa prodi PGSD ini.
Riki
Anggrian, ketua BEM FIP menjelaskan latar belakang dibuatnya peraturan ini.
Peraturan ini sebagai gambaran bahwa mahasiswa fakultas ilmu pendidikan harus berfikir
merdeka dan tidak melupakan sejarah.Menurut Riki ini adalah perwujudan jiwa,
rasa dan kognisi yang ditunjukkan dalam sikap, tindakan hingga pakaian sehingga
bisa diketahui orang lain.
Riki
juga mengungkapkan panitia PKPT FIP tidak mewajibkan peserta memakai kostum
yang memberatkan.”Kita hanya memberikan garis koridor pendidik tempo dulu. Jadi
kalo misalkan mereka mau pakai
songkok, kita hanya memberikan beberapa alternatif pilihan, ini lho contohnya. Jadi bukan mewajibkan
kayak Cut Nyak Dien, Soekarno, Kyai Ahmad Dahlan. Sesuai kreatifitas juga. Tergantung
penafsiran maba itu sendiri,” jelasnya.
Mengenai
peserta PKPT yang salah memahami peraturan ini, Riki mengungkapkan bahwa
panitia telah memberikan penjelasan dan melakukan sosialisasi ulang secara
langsung kepada Maba FIP. Jika ada peserta PKPT yang keberatan, panitia akan
memberi kesempatan untuk bernegosiasi. Riki menegaskan tugas dan peraturan yang
dibuat panitia bertujuan untuk
mempercepat proses adaptasi mahasiswa baru di lingkungan perguruan tinggi.Hal ini
dibenarkan Diah, maba PLB. “Udah dijelasin, dari kakak – kakaknya, kami tidak
menyarankan memakai kebaya, hanya sekedar contoh dari pahlawan – pahlawan. Bisa
tidak mengacu pada pahlawan, terserah adek –adek, kreasinya gimana,” ujar Diah
menirukan penjelasan panitia PKPT FIP. (lov/nad//ahl)
Comments
Post a Comment