Skip to main content

Salam Untuk Sahabat Muda






Salam Untuk Sahabat Muda-Mudi Bangsa Sahabatku, bagaimana kabarmu? 

Apa engkau masih lelap dalam dinginnya malam? Apakah engkau masih bermimpi tentang senja yang akan datang? Atau engkau masih mencari ulang catatan-catatan yang pernah tercecer dalam masa perantauan? Wahai sahabat muda - mudi, kini makin jarang aku melihatmu? Kini makin lirih aku mendengar kabar dan suaramu? Kini makin sepi ku lihat peranmu? Mungkinkah engkau masih setia dalam mendengarkan keluh kesah para pejuang keadilan? Mungkinkah engkau masih merencanakan aksi esok hari untuk membela hak-hak saudara-saudaramu yang masih belum terpenuhi hasrat belajarnya? Apakah engkau kini sedang hikmat untuk berdoa dalam ruang ibadahmu? Atau engkau sedang berjalan mencari inspirasi dalam setiap jejak pendakianmu di bukit? Atau engkau masih mencari kutipan yang tepat untuk mengisi lembar catatan akhir studimu? Apa engkau sedang memetik gitarmu untuk menghibur duka hati saudara kita yang terpinggirkan di kawasan pemukiman kumuh kota? Sahabatku, bukankah kita pernah berpikir untuk sebuah cita-cita yang mengisi negeri yang katanya merdeka? Bukankah kita pernah mendengar bersama dalam ruang kelas tentang aksi pembebasan yang dilakukan oleh Muhammad, Umar, Freire, Che, Illich, Soekarno, Hatta, Syahrir, Malaka.


Dimanakah engkau sekarang saudaraku? 

Kita pernah syahdu dalam syair cita dan cinta. Hingga kita sibuk memikirkan peran apa yang dapat kita berikan kepada orang lain. Karena kecintaan kita terhadap kehidupan masa depan yang lebih baik, adil, dan sejahtera.  Wahai saudaraku, bukankah kita pernah belajar bersama tentang tema kebaikan? Mungkin kita telah membaca ratusan buku di perpustakaan, namun kita tak pernah berhenti untuk terus mempertanyakan sebenarnya apa itu yang baik. Mungkinkah engkau berniat untuk melupakan seluruh proses dan pengalaman belajarmu? Namun bagaimana cara kita bisa melupakan, jika kita sendirilah yang telah melakukannya?
Cintamulah yang membuatku bertahan dalam menghadapi godaan duniawi. Cintamu yang menguatkanku untuk merangkai ide-ide untuk bergerak. Cintamu yang menegakkanku untuk selalu kuat menghadapi ujian kebenaran. Kesetiaanmu yang mengajarkanku tentang meraih tujuan hidup. Kasih sayangmu yang selalu membelai dan menemaniku saat engkau mulai jenuh menjadi tempat bersandarku.  Sahabatku, engkau ialah salah satu alasan mengapa aku masih tegak berdiri. Menemani bahan canda dan menelurkan ide untuk generasi. Optimisme yang engkau selalu katakan untuk mengantarku memasuki ruang pemuda. Kesabaranmu ialah selalu menyapaku ketika aku telah lelah dan ingin mundur dari arena pertandingan. Sahabat, bersyukurlah. Kita masih diberi kesempatan untuk berpikir ketika banyak orang tak lagi peduli. Kita masih mendengar, karena hari ini banyak orang tuli.  Sahabatku, apakah engkau masih mengingat wajahku dalam ruang alam dimensi imajinasimu?  Kita ialah pilihan dari jutaan pemilih. Kita masih mempunyai pilihan untuk bergerak maju. Memilih bagian dari peradaban, bukan kemunduran.  *27 Oktober 2014, Soempah Pemoeda. Tanah airku, bangsaku, dan bahasaku ialah Indonesia.  Pembelajaran mempunyai peran untuk mengetahui kenyataan pada diri seseorang, pengembangan diri seseorang, mempunyai kemampuan untuk hidup mandiri dan membentuk atau mengubah lingkungannya (Maslow dalam Sudjana 2001 :93)
 

Comments

Popular posts from this blog

Pemira FIS Ternodai

Indikasi Pemalsuan Syarat Pencalonan di HMJ Geografi Rabu (25/11) – Ketua Komisi Pemilihan Fakultas Ilmu Sosial (KPFIS), Junaidi, mengatakan   bahwa terjadi beberapa permasalahan pada serangkaian kegiatan Pemilihan Raya (Pemira) FIS. Salah satunya adalah i ndikasi pemanipulasian sertifikat ospek jurusan oleh Himpunan Mahasiswa Jurusan Geografi (HMJ Volcano) untuk wakil calon nomor 1, Rezra. ”Ada ketidakterimaan dari beberapa mahasiswa mengenai salah satu calon, gara-gara ada salah satu calon yang persyaratanya nggak tepat, menurut mereka. Contohnya sertifikat mbak, menurut sang pelapor itu palsu”, ujar Subur selaku Ketua KPFIS.

LPJ Ajarkan Korupsi pada Mahasiswa*

Jika kita membicarakan tentang korupsi memang tidak akan pernah ada habisnya. Dari siapa yang bertanggung jawab sampai bagaimana korupsi itu selau meracuni moral bangsa Indonesia. Banyaknya koruptor juga tidak lepas dari peran pendidikan yang ada pada jenjang sekolah ataupun pendidikan yang tertanam pada keluarga sejak kecil. Kebiasaan berbohong yang di ajarkan oleh para orang tua memicu salah satu bibit-bibit koruptor. Contohnya seperti ini, ada orang tua bilang ke anaknya “nak nanti kalau ada yang mencari mama, bilang yaa mama sedang keluar” padahal si mama sedang asyik-asyik menonton TV di dalam rumah. Secara tidak langsung sang mama mengajarkan berbohong pada si anak. Ketika anak terdidik untuk tidak jujur, maka kebiasaan ini akan membentuk karakternya, apalagi tanpa adanya landasan agama yang jelas.