Skip to main content

Transparasi Panwaslu-KPU Dipertanyakan, Pers Dikebiri

         

Setelah malam (21/1) dilakukannya mediasi antara para kandidat  Badan Eksekutif  Mahasiswa  Universitas (BEM U) dengan Komisi Pemilihan Umum (KPU) pers (Siar, red) tidak diijinkan masuk, saat perhitungan suara pun Siar kembali dicekal. Pencekalan dan penghambatan kerja pers ini merupakan bentuk ketidaktanggungjawaban serta ketidakprofesionalan Panitia Pengawas Pemilihan Umum ( Panwaslu) -KPU dalam melaksanakan tugasnya.
         Pada malam mediasi, sebenarnya pihak Panwaslu mengizinkan awak pers untuk meliput. Namun, hal ini dihalangi oleh KPU yang merasa keberatan jika pers masuk ke dalam forum mediasi. Alasan KPU tidak mengizinkan pers masuk ke dalam ruang mediasi adalah mediasi tersebut bersifat rahasia dan bukan untuk umum. Selain itu, pihak panwas sendiri mengatakan bahwa ruangan mediasi tersebut sepenuhnya hak KPU dan panwas hanya mengawasi didalamnya, sehingga pihak panwas tidak memiliki kewenangan untuk memberikan izin awak pers memasuki ruangan mediasi tersebut.                        Pihak Panwaslu- KPU berjanji akan memberikan  izin kepada pihak pers untuk masuk dan meliput kegiatan penghitungan suara pada tanggal 22 januari 2015. Tapi ketika dikonfirmasi kembali dan meminta izin untuk meliput saat penghitungan suara, pihak KPU dan PANWASLU menolak untuk pemberian masuk kepada pihak pers. Mereka beralasan bahwa pada peraturan yang mereka buat tidak mengizinkan peserta masuk selain kandidat, saksi dan tim sukses. “Untuk menghindari terjadinya keributan-keributan yang tidak diinginkan di ruangan mediasi. Kan mahasiswa mempunyai tanggapan yang berbeda-beda, takutnya kalau diizinkan masuk takutnya mereka salah menangkap informasi,” jelas Nadzim selaku Ketua KPU  ketika dikonfirmasi setelah acara usai.
                 Selain alasan itu, ketua KPU menyatakan bahwa hal itu adalah kesalahan dari pihaknya yang tidak mengetahui UU yang mengatur tentang pers mahasiswa dan keterbukaan infoormasi publik yaitu UU 40/1999 (pasal 4 ayat 3) yang berbunyi “Untuk menjamin kemerdekaan pers, pers nasional mempunyai hak mencari, memperoleh dan memperluas gagasan dan informasi.” “Kami mohon maaf karena kepengurusan kami yang tidak mengetahui UU tersebut”, cetus nazim.
Nazim (Ketua KPU) ketika dimintai keterangan
            Hal yang tidak mengenakkan lain yang diterima awak Siar adalah KPU dengan sengaja melempar hak pelarangan untuk pers kepada kabag kemahasiswaan. Sementara pihak kemahasiswaan menyatakan pelarangan itu bukanlah hak wewenang darinya. ”Silahkan koordinasi saja dengan panitia. Kan panitia yang punya wewenang, bukan ke saya,” jawab Bapak Tho’at Kabag Kemahasiswaan ketika dimintai izin meliput mediasi yang berlangsung. Respon dari kemahasiswaan bertolak belakang dengan pernyataan KPU yang menyatakan pelarangan itu juga berasal dari kemahasiswaan. Sayangnya, hajatan besar seperti pemira ternyata tak luput dari alpa. Entah disengaja atau tidak, pers adalah salah satu pilar demokrasi di negara kita.Sudah sewajarnya dan seharusnya keterlibatan pers dihormati, utamanya oleh civitas akademika kampus yang terkenal dengan slogan ”The Leraning University” ini. (ahl/dvp/lnd//gia)

Comments

  1. Siar kalau bikin pemberitaan nuansanya kok selalu nyolot ya, kadang mengandung propaganda -.- coba bacaen dewe, sik mahasiswa penulisan beritae koyok ngene? Ndaneo mben lek mlebu jurnalis nasional ckck #pastiabisinikomenguediremove #ketahuangakmaudikritik

    ReplyDelete
    Replies
    1. Salah satu hal yang memacu kami dalam proses berpikir kritis adalah kritik. Kami akan selalu menerima kritik, krtitik yang disampaikan dengan benar, dan jelas identitas si pemberi kritik, bukan anonymous.
      Kami masih dan akan selalu menjunjung pasal 4 dalam Kode Etik Jurnalistik, berikut ke 10 pasal lainnya. Jadi salah satu bentuknya adalah blog ini, berikut tulisan-tulisannya.

      Delete

Post a Comment

Popular posts from this blog

Pemira FIS Ternodai

Indikasi Pemalsuan Syarat Pencalonan di HMJ Geografi Rabu (25/11) – Ketua Komisi Pemilihan Fakultas Ilmu Sosial (KPFIS), Junaidi, mengatakan   bahwa terjadi beberapa permasalahan pada serangkaian kegiatan Pemilihan Raya (Pemira) FIS. Salah satunya adalah i ndikasi pemanipulasian sertifikat ospek jurusan oleh Himpunan Mahasiswa Jurusan Geografi (HMJ Volcano) untuk wakil calon nomor 1, Rezra. ”Ada ketidakterimaan dari beberapa mahasiswa mengenai salah satu calon, gara-gara ada salah satu calon yang persyaratanya nggak tepat, menurut mereka. Contohnya sertifikat mbak, menurut sang pelapor itu palsu”, ujar Subur selaku Ketua KPFIS.

LPJ Ajarkan Korupsi pada Mahasiswa*

Jika kita membicarakan tentang korupsi memang tidak akan pernah ada habisnya. Dari siapa yang bertanggung jawab sampai bagaimana korupsi itu selau meracuni moral bangsa Indonesia. Banyaknya koruptor juga tidak lepas dari peran pendidikan yang ada pada jenjang sekolah ataupun pendidikan yang tertanam pada keluarga sejak kecil. Kebiasaan berbohong yang di ajarkan oleh para orang tua memicu salah satu bibit-bibit koruptor. Contohnya seperti ini, ada orang tua bilang ke anaknya “nak nanti kalau ada yang mencari mama, bilang yaa mama sedang keluar” padahal si mama sedang asyik-asyik menonton TV di dalam rumah. Secara tidak langsung sang mama mengajarkan berbohong pada si anak. Ketika anak terdidik untuk tidak jujur, maka kebiasaan ini akan membentuk karakternya, apalagi tanpa adanya landasan agama yang jelas.