Rabu (21/1)Pemilu raya
(Pemira) Universitas Negeri Malang (UM) berbuntut pada mediasi alot
tanpa solusi. Mediasi yang dilaksanakan pada sore hingga dini hari (23/01) tersebut
hanya membuahkan pertanyaan yang tidak terjawab. Hal tersebut menimbulkan
asumsi buruk terhadap jalannya pemira UM tahun ini. Salah satu kejanggalan yang
terjadi adalah tidak diperbolehkannya pers mahasiswa (Siar,red) meliput jalannya mediasi
dan penghitungan suara. Jangankan meliput proses mediasi dan penghitungan
suara, untuk masuk ke dalam gedung saja tidak diperbolehkan. Sementara, ijin
masuk hanya dimiliki oleh beberapa pihak saja, yaitu empat Tim Sukses (TS), saksi,
dan tentunya kandidat presiden mahasiswa yang turut serta dalam mediasi
tersebut.
Ketika Siar mendapat kesulitan dalam meliput agenda Pemira tersebut, jelas bahwa
transparansi dari pihak penyelenggara, dalam hal ini KPU, perlu dipertanyakan.
Dalam penghitungan suara tersebut Tim Sukses dari kandidat nomor urut tiga yang terlambat untuk mengikuti jalannya mediasi tidak diijinkan KPU untuk mengikuti jalannya mediasi. Padahal, Tim Sukses merupakan salah satu pihak terkait dalam mediasi tersebut. Terdapat empat jatah kursi untuk tim sukses tiap kandidat presiden mahasiswa. Meskipun masih memenuhi kuota kursi untuk mengikuti mediasi, mereka tetap tidak diperkenankan masuk. Padahal secara legal, tim sukses ini berhak untuk diizinkan masuk forum.
Dalam penghitungan suara tersebut Tim Sukses dari kandidat nomor urut tiga yang terlambat untuk mengikuti jalannya mediasi tidak diijinkan KPU untuk mengikuti jalannya mediasi. Padahal, Tim Sukses merupakan salah satu pihak terkait dalam mediasi tersebut. Terdapat empat jatah kursi untuk tim sukses tiap kandidat presiden mahasiswa. Meskipun masih memenuhi kuota kursi untuk mengikuti mediasi, mereka tetap tidak diperkenankan masuk. Padahal secara legal, tim sukses ini berhak untuk diizinkan masuk forum.
”Kami merasa
dicederai oleh KPU, dan ini yang kedua kalinya”, kata Rizki Ketua Tim Sukses kandidat
nomor urut tiga. ”Pertama, komplain kami dalam kotak komplain tidak diloloskan
oleh KPU. Alasan mereka hanyalah karena surat komplain dari kami tidak disertai
nama terang. Aturan tersebut tidak disosialisasiakan kepada kami secara jelas.
Kami tidak tahu itu. Padahal esensinya adalah ketika ada pelanggaran, siapapun
itu yang melihat, wajib untuk dilaporkan. Entah itu dari tim saksi, TS, atau
mahasiswa pada umumnya. Kedua adalah larangan masuk mediasi ini”, papar Rizki.
Ia menambahkan,
bahwa surat komplain itu berisikan pelanggaran-pelanggaran yang terhitung berat
dan dapat merugikan pihak lawan. Namun dengan keputusan KPU yang tidak
meloloskan surat komplain tersebut, timnya menjadi tidak mendapatkan bahan
tuntutan yang dapat diperjuangkan dalam mediasi. Alhasil, mereka hanya dapat
mengikuti tanpa memiliki tuntutan apa-apa untuk menyerang kubu lawan.
Sementara klarifikasi dari KPU sendiri menyatakan bahwa tidak diterimanya komplain atau gugatan dari tim kandidat nomor tiga dan pelarangan TS masuk forum mediasi adalah kesalahan mereka sendiri. “memang sudah menjadi hak mereka untuk mengikuti mediasi. Tapi mereka tidak memenuhi kewajibannya untuk datang tepat waktu. Sementara dari dua kandidat lainnya, empat TS datang tepat waktu, itu kan nggak adil buat yang lainnya.” Tandas Vesya selaku Coordinator Organization (CO) Komisi Pendataan dan Kesekretariatan.
Sementara itu, yang berkaitan dengan tidak diloloskannya komplain dari tim kandidat nomor tiga ini, KPU menjelaskan bahwa tidak diterimanya komplain tersebut dikarenakan keterlambatan pihak yang bersangkutan saat koordinasi untuk mediasi pukul 17.00 WIB (22/01). “ mereka terlambat memasukkan surat komplain ke dalam kotak komplain yang telah disediakan. Yang ke dua mereka telat hadir pada jam lima sore dengan alasan sholat dan minta difasilitasi pada jam setengah tujuh malam, padahal jam segitu sudah dimulai mediasinya. Harusnya yang punya komplain itu yang hadir, bukan orang lain atau nggak boleh diwakilkan.” Tutur Vesya. (ahl/eva/lnd/dvp//gia)
Comments
Post a Comment