Skip to main content

DMF Larang Penggunaan Yel-Yel, FT-FIK Tetap Ngotot



      Pengenalan Kehidupan Perguruan Tinggi (PKPT), merupakan hajat rutinan yang diselenggarakan setiap tahunnya oleh pihak Universitas Negeri Malang (UM) sebagai rangkaian penerimaan mahasiswa baru di UM. PKPT hari pertama, yang digelar di gedung Graha Cakrawala (Graca) di UM diikuti oleh mahasiswa baru (maba) dari setiap fakultas di UM. PKPT hari pertama dikoordinir oleh Panitia Pelaksana Universitas (PPU) dan dipusatkan pada satu titik. Lain dengan PKPT hari kedua hingga hari keempat yang diselenggarakan di fakultas masing-masing. Sehingga, dalam PKPT hari pertama ini mengusung satu suara, yaitu UM The Learning University. Oleh karena itu, Dewan Mahasiswa Fakultas (DMF) yang menjadi pengawas dalam PKPT tahun ini mengeluarkan peraturan mengenai larangan penggunaan yel-yel seperti gerakan dan suara-suara tertentu guna mengunggulkan fakultas masing-masing saat prosesi PKPT hari pertama berlangsung. Meski telah disepakati bersama (antara DMF dan Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas/BEMFA), akan tetapi pada pelaksanaannya terdapat sejumlah pelanggaran dari beberapa fakultas. 


FT
            Di Fakultas Teknik (FT) misalnya, terdapat pelanggaran seperti maba yang dikoordinir untuk meneriakkan kata “teknik” sambil melakukan tepuk tangan yang khas. Yel-yel yang dikumandangkan maba FT diakui oleh Hakim selaku Ketua Pelaksana (Ketupel) PKPT FT sebagai suntikan semangat pada maba FT agar tidak mengantuk saat prosesi PKPT berlangsung. Ketika dikonfirmasi pada BEMFT mengenai tindak pelanggaran tersebut, Hadi selaku ketua BEMFT mengaku telah menerima surat edaran mengenai larangan tersebut dan telah menginformasikan kepada ketupel. Dilain sisi, ketupel mengatakan informasi mengenai larangan tersebut hanya berasal dari mulut ke mulut, belum ada hitam diatas putih. “Itu (red:larangan menyuarakan yel-yel) kan cuma katanya-katanya, jadi kurang jelas.” terang Hakim. 

FIK
            Hampir serupa dengan FT,  di Fakultas Ilmu Keolahragaan (FIK) juga terdapat pelanggaran yaitu tepuk tangan serempak yang khas namun tidak meneriakkan kata apapun. Tetap saja, dari tepuk tangan tersebut dapat dilihat dan disimpulkan bahwa mereka adalah maba dari FIK. Menurut Galang Koordinator Lapangan (korlap) FIK hal tersebut tidaklah menjadi masalah, yang menjadi masalah adalah ketika para maba hanya menggembar gemborkan Fakultasnya. “Kita biasa aja, nggak menggembor-gemborkan fakultas kita. Kita hanya tepuk tanga biasa dan itu bukan yel-yel,” seru Galang.

            Ketika dikonfirmasi dengan ketua DMF Psikologi yang merupakan salah satu pengawas, bentuk dari yel-yel adalah segala bentuk gerakan dan suara yang menyerukan Fakultasnya. “Ya, yel-yel itu termasuk semua gerakan yang menimbulkan suara dan itu bukan hanya sekedar anjuran akan tetapi peraturan yang telah di sepakati bersama” kata Riski ketua DMF Psikologi. Kendala dari penerapan peraturan tersebut diakui Riski dikarenakan distribusi edaran yang telah dilegalformalkan baru siang tadi dilakukan, sehingga beberapa fakultas masih menganggap pelarangan tersebut masih isu dan belum jelas adanya. (ahl/dvp/evl//gia)

*buletin hal.3. terbit edisi 14 Agustus 2014

Comments

Popular posts from this blog

Pemira FIS Ternodai

Indikasi Pemalsuan Syarat Pencalonan di HMJ Geografi Rabu (25/11) – Ketua Komisi Pemilihan Fakultas Ilmu Sosial (KPFIS), Junaidi, mengatakan   bahwa terjadi beberapa permasalahan pada serangkaian kegiatan Pemilihan Raya (Pemira) FIS. Salah satunya adalah i ndikasi pemanipulasian sertifikat ospek jurusan oleh Himpunan Mahasiswa Jurusan Geografi (HMJ Volcano) untuk wakil calon nomor 1, Rezra. ”Ada ketidakterimaan dari beberapa mahasiswa mengenai salah satu calon, gara-gara ada salah satu calon yang persyaratanya nggak tepat, menurut mereka. Contohnya sertifikat mbak, menurut sang pelapor itu palsu”, ujar Subur selaku Ketua KPFIS.

LPJ Ajarkan Korupsi pada Mahasiswa*

Jika kita membicarakan tentang korupsi memang tidak akan pernah ada habisnya. Dari siapa yang bertanggung jawab sampai bagaimana korupsi itu selau meracuni moral bangsa Indonesia. Banyaknya koruptor juga tidak lepas dari peran pendidikan yang ada pada jenjang sekolah ataupun pendidikan yang tertanam pada keluarga sejak kecil. Kebiasaan berbohong yang di ajarkan oleh para orang tua memicu salah satu bibit-bibit koruptor. Contohnya seperti ini, ada orang tua bilang ke anaknya “nak nanti kalau ada yang mencari mama, bilang yaa mama sedang keluar” padahal si mama sedang asyik-asyik menonton TV di dalam rumah. Secara tidak langsung sang mama mengajarkan berbohong pada si anak. Ketika anak terdidik untuk tidak jujur, maka kebiasaan ini akan membentuk karakternya, apalagi tanpa adanya landasan agama yang jelas.