Skip to main content

IPK Tinggi, Kerja di Tempat Bergengsi? Tunggu dulu…*


Sudah menjadi persepsi bagi mahasiswa bahwa yang memiliki IPK terbaik adalah yang paling terbaik. Indeks Penilaian Kumulatif atau yang lebih sering dikenal dengan IPK adalah mekanisme penilaian keseluruhan prestasi dalam sistem perkuliahan mahasiswa di Perguruan Tinggi. Hal tersebut  wajar bagi mahasiswa peraih IPK terbaik atau tinggi merasa bangga dengan apa yang telah dihasilkan. Bila IPK terbaik dapat dibanggakan oleh mahasiswa di lingkungan kampus, namun hal tersebut tidak berlaku sepenuhnya di lingkungan pekerjaan.

Tanpa dipungkiri, satu-satunya hal yang  mendorong seseorang untuk melanjutkan pendidikannya di Perguruan Tinggi adalah untuk mendapatkan pekerjaan yang baik dan sesuai dengan harapan yang diinginkan.  Sementara untuk mendapatkan pekerjaan yang baik atau dapat dikatakan bagus , memiliki syarat yang juga sama besar bagi calon pelamarnya, salah satunya memang IPK. Tetapi, selain hal tersebut masih banyak hal-hal yang perlu diperhatikan. Selain pintar, perusahaan juga mencari lulusan yang memiliki soft skill yang baik, salah satunya adalah pengalaman bekerja.

Pemikiran mahasiswa untuk terus-terusan mengejar IPK yang tinggi merupakan masalah utama. Mereka tidak membuka diri terhadap informasi mengenai dunia kerja. Untuk mendapatkan pekerjaan yang benar-benar besar perlu pengalaman bekerja yang besar pula. Bila seorang mahasiswa tidak menghabiskan waktunya untuk mengejar nilai IPK saja, namun juga menerjukan diri mereka kedalam suatu pekerjaan, maka kelak pekerjaan yang besar dan sesuai harapan mampu terwujudkan. Bekerja sebagai karyawan disebuah toko di mall misalnya, meskipun pekerjaan tersebut mampu dilakukan oleh banyak orang, namun pengalaman bekerja dari hal kecil tersebut mampu berkembang besar nantinya.

*Oleh: Yurizal S (Peserta Magang LPM SIAR 2014)

Comments

Popular posts from this blog

Pemira FIS Ternodai

Indikasi Pemalsuan Syarat Pencalonan di HMJ Geografi Rabu (25/11) – Ketua Komisi Pemilihan Fakultas Ilmu Sosial (KPFIS), Junaidi, mengatakan   bahwa terjadi beberapa permasalahan pada serangkaian kegiatan Pemilihan Raya (Pemira) FIS. Salah satunya adalah i ndikasi pemanipulasian sertifikat ospek jurusan oleh Himpunan Mahasiswa Jurusan Geografi (HMJ Volcano) untuk wakil calon nomor 1, Rezra. ”Ada ketidakterimaan dari beberapa mahasiswa mengenai salah satu calon, gara-gara ada salah satu calon yang persyaratanya nggak tepat, menurut mereka. Contohnya sertifikat mbak, menurut sang pelapor itu palsu”, ujar Subur selaku Ketua KPFIS.

LPJ Ajarkan Korupsi pada Mahasiswa*

Jika kita membicarakan tentang korupsi memang tidak akan pernah ada habisnya. Dari siapa yang bertanggung jawab sampai bagaimana korupsi itu selau meracuni moral bangsa Indonesia. Banyaknya koruptor juga tidak lepas dari peran pendidikan yang ada pada jenjang sekolah ataupun pendidikan yang tertanam pada keluarga sejak kecil. Kebiasaan berbohong yang di ajarkan oleh para orang tua memicu salah satu bibit-bibit koruptor. Contohnya seperti ini, ada orang tua bilang ke anaknya “nak nanti kalau ada yang mencari mama, bilang yaa mama sedang keluar” padahal si mama sedang asyik-asyik menonton TV di dalam rumah. Secara tidak langsung sang mama mengajarkan berbohong pada si anak. Ketika anak terdidik untuk tidak jujur, maka kebiasaan ini akan membentuk karakternya, apalagi tanpa adanya landasan agama yang jelas.