Skip to main content

Anak Bukan “Anak-Anak”*

Masa anak-anak merupakan masa yang penting dalam tahap perkembangan manusia. Dimulai dari masa anak-anak pembelajaran moral,sosial dan berbagai macam hal diajarkan. Berbagai macam hal yang diajarkan pada masa anak-anak akan melekat pada diri anak tersebut sampai dengan ia dewasa, bahkan terus dibawa sepanjang hidupnya. Pada masa anak-anak inilah mulai ditanamkan karakter. Sehingga tidaklah mengherankan jika masa anak-anak ini disebut masa keemasan. Namun, dewasa ini perkembangan anak berjalan tidak semestinya. Seiring pesatnya perkembangan teknologi dan informasi turut menggerus dunia anak-anak yang penuh dengan pembelajaran moral yang nyata.

Perkembangan teknologi menyebabkan sifat sosial pada anak-anak cenderung berkurang dan sifat individualis semakin menonjol diperlihatkan. Dengan berkurangnya sifat sosial ini mengakibatkan anak-anak menjadi kurang peduli terhadap lingkungan dan orang-orang sekitarnya. Tidak hanya itu dengan semakin canggihnya teknologi saat ini sehingga memudahkan untuk mengakses berbagai hal melalui internet memberikan kontribusi yang tidak sedikit pada perkembangan anak-anak.Kekerasan, tindak asusila, video porno, lagu-lagu orang dewasa dan gambar-gambar vulgar merupakan sebagian kecil yang sering kali diakses melalui internet. Anak saat ini bukan “anak-anak” seperti sewajarnya anak-anak lagi. Anak-anak saat ini bisa jadi lebih pandai, lebih banyak tahu dari pada usia sebebnarnya dan menjadi dewasa sebelum waktunya. Anak-anak yang ada saat ini sudah tidak lagi menyanyikan lagu pelangi-pelangi dan balonku ada lima, anak-anak yang ada saat ini adalah anak-anak yang kritis dengan lagu-lagu berlirik diatas usianya.

Perkembangan anak-anak yang begitu cepat dengan difasilitasi teknologi yang canggih menjadikan setiap orang tua harus selalu siaga menjaga anak-anaknya agar tetap terkontrol dan dalam pagar-pagar pergaulan yang sewajarnya. Mengetahui banyak hal yang bersifat positif bukan justru sebaliknya. Selain itu, dunia memang sekarang sudah semakin menggila. Anak-anak saat ini bukan Cuma dianggap anak-anak yang biasa, mereka juga dijadikan objek prostitusi dan peredaran obat-obat terlarang lainnya.


Oleh karena itu untuk menjaga eksistensi anak-anak agar tetap didalam koridor yang benar diperlukan kerja sama yang ekstra antara orang tua, guru, pemerintah,ulama, tokoh masyarakat dan berbagai pihak terkait. Sehingga di harapkan pesatnya perkembangan teknologi tidak menghancurkan masa depan anak-anak justru membantu memudahkan anak-anak dalam meraih mimpi dan cita-citanya.

*Oleh: Rosiyanah (Peserta Magang LPM SIAR 2014)

Comments

Popular posts from this blog

Pemira FIS Ternodai

Indikasi Pemalsuan Syarat Pencalonan di HMJ Geografi Rabu (25/11) – Ketua Komisi Pemilihan Fakultas Ilmu Sosial (KPFIS), Junaidi, mengatakan   bahwa terjadi beberapa permasalahan pada serangkaian kegiatan Pemilihan Raya (Pemira) FIS. Salah satunya adalah i ndikasi pemanipulasian sertifikat ospek jurusan oleh Himpunan Mahasiswa Jurusan Geografi (HMJ Volcano) untuk wakil calon nomor 1, Rezra. ”Ada ketidakterimaan dari beberapa mahasiswa mengenai salah satu calon, gara-gara ada salah satu calon yang persyaratanya nggak tepat, menurut mereka. Contohnya sertifikat mbak, menurut sang pelapor itu palsu”, ujar Subur selaku Ketua KPFIS.

LPJ Ajarkan Korupsi pada Mahasiswa*

Jika kita membicarakan tentang korupsi memang tidak akan pernah ada habisnya. Dari siapa yang bertanggung jawab sampai bagaimana korupsi itu selau meracuni moral bangsa Indonesia. Banyaknya koruptor juga tidak lepas dari peran pendidikan yang ada pada jenjang sekolah ataupun pendidikan yang tertanam pada keluarga sejak kecil. Kebiasaan berbohong yang di ajarkan oleh para orang tua memicu salah satu bibit-bibit koruptor. Contohnya seperti ini, ada orang tua bilang ke anaknya “nak nanti kalau ada yang mencari mama, bilang yaa mama sedang keluar” padahal si mama sedang asyik-asyik menonton TV di dalam rumah. Secara tidak langsung sang mama mengajarkan berbohong pada si anak. Ketika anak terdidik untuk tidak jujur, maka kebiasaan ini akan membentuk karakternya, apalagi tanpa adanya landasan agama yang jelas.