Ketika kita membicarakan dan
membahas korupsi di Indonesia, tentulah mucul berbagai pertanyaan yang tak
kunjung kita temukan jawaban dan penyelesaiannya. Bagaimanakah penanganan
korupsi di Indonesia? Selalu saja pertanyaan tersebut yang muncul dari
serangkaian pertanyaan yang ada ketika membahas mengenai korupsi. Sebelum
membahas lebih jauh mengenai penanganan korupsi di Indonesia ada baiknya jika
kita mengetahui terlebih dahulu apakah sebenarnya korupsi itu.
Dari segi semantik,
"korupsi" berasal dari bahasa Inggris, yaitu corrupt,yang
berasal dari perpaduan dua kata dalam bahasa latin yaitu com yang
berarti bersama-sama dan rumpere yang
berarti pecah. Korupsi merupakan tindak pidana yang menyalahi hukum karena
menggunakan kekayaan negara untuk memenuhi kekayaan pribadinya. Lalu sebenarnya
dari manakah akar munculnya korupsi ? Jika kita mau menelaah lebih jauh akar
munculnya dari korupsi tentulah kita tidak akan tercengang kenapa sekarang
banyak terjadi korupsi.
Korupsi ada sejak zaman kerajaan
berdiri di Indonesia. Rakyat membayar upeti dan memberikan sebagian dari tanah
yang mereka miliki kepada penguasa dalam hal ini adalah Raja. Pada zaman
penjajahan pun banyak ditemukan kasus korupsi salah satunya adalah perusahaan
dagang milik Hindia Belanda VOC mengalami kemunduran pada 31 Desember 1799 dan
salah satu sebab kemundurannya adalah banyaknya pegawai VOC yang curang dan
korupsi. Jadi dapat ditarik ksimpulan bahwa korupsi yang sekarang merajalela di
Indonesia merupakan warisan feodal penjajah Belanda. Hal ini sesuai dengan
pernyataan Sejarawan UGM Prof Dr Suhartono yang mengatakan munculnya perilaku
korupsi yang dilakukan birokrat lebih disebabkan masih kokohnya birokrasi
feodal yang pernah berlaku di era kerajaan hingga masa kolonial. Warisan feodal
yang berupa pola pikir dan mentalitas yang lebih menguntungkan diri sendiri,
keluarga dan kelompoknya sudah merasuk pada para pejabat dan penguasa. Bahkan
unsur budaya kolonial yang mengedepankan status atau kedudukan tercermin pada
perilaku dan tindakan dalam struktur sosial masyarakat. Gejala ini menjiwai
dalam kepribadian penguasa, sehingga gaya hidup yang melingkupinya menempatkan
materi sebagai piranti simbol dan kekuasaan
Sistem
sosial feodal yang berlaku dan berakar dalam masyarakat yang dulunya dibina
oleh kerajaan-kerajaan, khususnya kerajaan agraris feodal, telah memberi dasar
pemerintahan kerajaan yang berlaku di seluruh nusantara. Bahkan kronologis
korupsi yang terjadi saat ini berhubungan dengan struktur masyarakat dan
keberlangsungan secara sosio-kultural hampir tidak mengalami perubahan secara
signifikan sehingga korupsi dapat berlangsung terus.
Di
Indonesia, korupsi telah menjadi tradisi yang menjalar dimana-mana, Korupsi di
Indonesia berkembang secara sistemik. Bagi banyak orang korupsi bukan lagi
merupakan suatu pelanggaran hukum, melainkan sekedar suatu kebiasaan. Berbagai
upaya telah dilakukan untuk mengatasi adanya tindak korupsi yang saat ini sudah
mengakar pada setiap instansi dan pejabat yang ada di negeri ini. Tindak
korupsi ini ternyata merupakan hal yang sudah tersistem yang kemungkinan besar
sulit untuk diberantas dalam waktu yang singkat. Berbagai catatan tentang
korupsi yang setiap hari diberitakan oleh media massa baik cetak maupun
elektronik, tergambar adanya peningkatan dan pengembangan model-model korupsi.
Banyak
ahli yang menawarkan alternatif-alternatif upaya pemberantasan korupsi yang ada
di Indonesia. Salah satunya adalah dengan memiskinkan harta koruptor dan
menayangkan wajah koruptor di media masa baik koran maupun televisi karena
hukuman penjara dianggap tidak memberikan efek jera dan malu kepada para
koruptor.
Lalu
bagaimanakah penanganan korupsi yang ada di Indonesia? Masalah penanganan
korupsi di Indonesia sangatlah memprihatinkan. Terbukti dengan kisruhnya Komisi
pemberantasan Korupsi (KPK) dengan Kepolisian pada kasus simulator SIM yang
melibatkan salah satu jendral di Kepolisian. Hukum seolah-olah dapat dibeli,
siapa yang kuat itulah yang menang. Lembaga hukum yang dibuat mempunyai
fungsi dan wewenang masing-masing dalam penyelesaian masalah korupsi. Namun
kenyataannya sekarang ini dengan adanya berbagai lembaga yang menangani kasus
korupsi, menjadikan adanya tumpang tindih antara KPK, Kejaksaan dan Kepolisian
di dalam ranah kerjanya dari lembaga hukum tersebut. Dari ketiga lembaga
tersebut saling berebut kekuasaan dan saling menjatuhkan satu sama lain. Hal ini nantinya akan berpengaruh terhadap
keefektifan dalam pemberantasan korupsi ini. Kisruh antar lembaga penegak hukum
dalam pelaksanaan tugas masing-masing menunjukkan perlunya penataan ulang atau
tata laksana dan kerja sama lembaga Negara.
Dengan
penanganan korupsi yang masih jauh dari kriteria efektif tak ada salahnya jika
Indonesia menerapkan sistem pemberantasan korupsi Join Investigation Team. Dengan Join
Investigation Team ketiga lembaga penegak hukum tersebut bisa bergabung
maka pemberantasan korupsi akan semakin meningkat, membaik, dan cepat dalam
proses pengungkapannya. Selain itu juga, visi dan misi Polri, Kejagung, dan KPK
memiliki kesamaan dalam hal pemberantasan korupsi. Sehingga yakin bisa
bersinergi. Join investigation teams ini bertujuan mengatasi kisruh
antar lembaga penegak hukum (Kapolri, Kejaksaan dan KPK) dalam pelaksanaan
tugas masing-masing meliputi sinkronisasi antar lembaga hukum dalam kerja sama
untuk penegakan hukum, peradilan dan pemberantasan korupsi.
Pemberantasan
korupsi hanya dapat dilakukan apabila ada komitmen kuat dan kerjasama serta
koordinasi yang baik antar instansi pemerintah dan aparat penegak hukum. Tugas
memberantas korupsi hanya dapat dilakukan apabila semua komponen bangsa bersatu
dan saling mendukung dalam segala upaya pemberantasan korupsi.
*Maratus
Sholikah
Comments
Post a Comment