Salah satu dari sekian banyak fungsi kampus adalah menjadi
tempat untuk belajar berdemokrasi. Kalau masyarakat ikut berpartisipasi dalam
pemilihan umum (pemilu) memilih presiden dan wakil presiden serta anggota DPR,
maka di kampus,mahasiswa dapat ikut berpartisipasi dalam kegiatan berdemokrasi
misalnya saja melalui pemilu raya, yang diselenggarakan KPU ( Komisi Pemilihan
Umum ) Universitas Negeri Malang
(UM) untuk memilih pasangan presiden dan wakil Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) dan juga Dewan
Perwakilan Mahasiswa (DPM).
Kegiatan ini
merupakan miniatur kegiatan demokrasi yang selama ini di selenggarakan secara rutin dilakukan di kampus. Yang seharusnya mampu memupuk dan
mengajarkan berbagai hal positif dimana para generasi muda melakukan proses
pembelajaran dalam hal kepemimpinan dan berpolitik. Proses dimana mereka
mencari ide-ide yang paling ideal menurut mereka, serta mencari solusi
kongkrit segala problematika masyarakat kampus dalam hal ini mahasiswa. Bukan untuk mencari keuntungan golongan
tersendiri untuk mencapai kepentingan salah satu golongan tersebut. Demokrasi
yang dilakukan harus benar-benar murni tanpa harus memasukkan unsure
kepentingan pribadi ataupun golongan kedalamnya.
Seperti tahun sebelumnya,tahun
sekarangpun banyak terjadi keganjalan dalam proses Pemilu. Dimulai dari
rapat-rapat yang molor dan masalah publikasi yang dilakukan pada hari H
pendaftaran calon. Banyaknya suatu keganjalan yang terjadi pada saat proses Pemilu
ini. Dimulai dari rapat perdana KPU yang seharusnya dilakukan tanggal 28 januari
2013 (menurut timeline awal) tapi justru diadakan pada tanggal 1 Februari, yang
dimana pada tanggal tersebut seharusnya sudah dilaksanakan pendaftaran calon. Rapat
perdana KPU diadakan didepan gedung PTIK secara lesehan dan terkesan kurang
formal,dan hal ini hanya terjadi sampai rapat ke-3. Meskipun terkesan kurang
formal, mereka tetap menghasilkan sebuah tata tertib KPU. Meskipun rapat perdana molor sampai tanggal 1
Februari, hari pemungutan suara tetap dilaksanakan tanggal 17 Februari. Tapi
selang beberapa hari kemudian hari pemungutan suara diundur hingga tanggal 20 Februari.
Menurut Diki, ketua Panitia Pengawas (Panwas)
mengatakan bahwa KPU memang sangat mengejar deadline,
karena untuk PEMIRA dikampus UM sangat terlambat. Oleh karena itu pendaftaran
calon dilaksanakan pada tanggal 7-9 februari (sebelum diperpanjang). Saat
diemui diruangannya Pak Cip, Wakil Rektor III (WR III) mengatakan “Kok aneh?” saat mendengar kabar pendaftaran
calon yang hanya dilakukan tiga hari itu. Karena merasa batas pendaftaran
begitu cepat pihak KPU memperpanjang pendaftaran calon hingga tanggal 11 Februari.
Sehingga hal ini mempengaruhi kinerja anggota KPU yang seakan-akan kerja rodi
untuk mengejar ketertinggalan mereka dalam menghadapi timeline yang telah mereka buat sebelumnya.
KPU melaksanakan pendaftaran calon
pada hari dimana mahasiswa jarang ke kampus karena pada hari tersebut bukan
hari efektif kuliah dan lagi publikasi pendaftaran dilakukan pada hari H yaitu
pada Jumat tanggal 7 Februari sekitar jam 13.00 sehingga membuat mahasiswa
kesulitan mendapatkan informasi masalah pendaftaran calon tersebut. Menurut
hukum, harusnya publikasi dilakukan beberapa hari sebelum hari pendaftaran
calon tujuannya agar publikasi tersebut menyebar kesemua mahasiswa dan juga
mereka dapat mempersiapkan berkas-berkas yang dibutuhkan pada saat pendaftaran.
Sedangkan Pak Cip berkomentar bahwa harusnya publikasi dilakukan dihari dimana
banyak orang yang tau akan informasi tersebut. ”Nah kalo begini kan patut
dipertanyakan kenapa dilakukan dihari itu hari dimana banyak mahasiswa yang
pulang?” imbuhnya. Hal ini seakan-akan mereka tidak ingin mempublikasikannya
dan juga seakan-akan pendaftaran itu dibuat oleh mereka dan untuk golongan
mereka sendiri. Pada saat dikonfirmasi akan kebenaran publikasi yang dilakukan
pada tanggal 7 februari kemarin yang dipublikasikan jam 1 siang dan kebenaran
akan diundurnya proses pendaftaran hingga hari selasa tanggal 11 Februari
kemarin, ketua panwas hanya mengatakan kurang lebih begitu.
Terkait tanggal pemungutan suara
dilaksanakan kapan, muncul beberapa pendapat yang berbeda dalam KPU. Menurut
orang yang tidak ingin namanya disebut mengatakan bahwa pihak KPU mengatakan deadline
pemira atau tanggal pemungutan suara telah ditentukan oleh pihak kampus yaitu
orang-orang yang berada di rektorat. Sedangkan menurut ketua panwas KPU
mengatakan bahwa tanggal pemungutan suara yang menentukan adalah KPU dan
selanjutnya tanggal tersebut diajukan ke Pak Cip guna disetujui oleh beliau.
Namun hal ini dibantah oleh Pak Cip, beliau berkata bahwa dirinya tidak pernah
menentukan deadline tanggal
pemungutan, beliau hanya menerima tanggal yang diajukan oleh KPU. “Jika kalian
sudah mengajukan tanggal seperti itu maka tanggal segitu sudah harus selesai. Saya
tidak pernah menentukan hari,tanggal, dan jadwal” ujar WR III saat ditemui diruangannya.
Imbas dari ketidaksiapan KPU
terlihat pada pada saat hari pencoblosan Kamis (20/02). Jam buka TPS yang
molor, hingga kurang lebih satu jam dari biasanya yang jam 08.00, absennya
tinta bukti telah mencoblos di FE (dengan alasan habis), hingga kertas penunjuk
yang ditempelkan di kotak suara yang semestinya berwarna berbeda sesuai dengan
warna surat suara untuk menunjukkan mana kotak suara untuk DPM dan BEM. Contohnya
di FS dan FIS, awak Siar menemui beberapa pemilih yang terlihat bingung dan
hampir keliru memasukkan surat suara ke kotak suara yang ditentukan. Hingga
membuat beberapa kali petugas KPU mengingatkan “Yang putih itu BEM.”
Ketidaksiapan lainnya tampak dari
publikasi pada calon pemilih yang hampir tak terdengar gaungnya. Akibatnya para
mahasiswa bahkan tak mengenal calon Presidennya. Tak ayal, ketika Selasa
(18/02) calon melakukan kampanye dimasing-masing fakultas, calon Presma malah
terkesan “ngomong sendiri” tanpa gubrisan antusiasme para mahasiswa. Sehingga tak aneh rasanya jika pada
pencoblosan banyak dari mahasiswa yang tak menyalurkan suaranya di bilik-bilik
suara yang disediakan. Siar bahkan menemukan banyak surat-surat suara yang
masih bertumpuk.
Untuk diketahui, pada Pemira kali ini, KPU
melakukan publikasi hanya dengan menyebarkan pamflet seukuran poster masing-masing
satu per fakultas, video di youtube,
akun group facebook dan mulut ke mulut. “Per fakultas itu dapat satu
pamflet, terus kita ada sosialisasi pakai video, sama facebook juga,” jelas
Fia, divisi Soskom (Sosialisasi dan Komunikasi) KPU. Ketika ditanya apakah ada
sosialisasi tambahan seperti memasang banner di tiap fakultas, Fia mengaku
tidak ada. “Itu saja,” tegasnya. Dirinya mengaku hal itu dilakukan karena minim
dan mepetnya waktu.
Sedangkan kita tahu setiap bahwa
mahasiswa UM berjumlah ribuan . Tentu hal ini tak sebanding. Tak ayal, banyak
dari mahasiswa yang tak tahu menahu soal Pemira. “Pemira? Aku nggak dengar
apa-apa ih. Emang ada?” ujar Tari salah satu mahasiswa yang ditemui di sekitar
gedung FS. Ironisnya, bahkan beberapa dari mereka tak tahu wajah si calon
Presma, “Aku wajahnya aja loh nggak tahu. Emang siapa? Darimana?” tanya Septa
salah satu mahasiswa Sastra Inggris ketika ditanya perihal Pemira.
Dan soal calon tunggal sebagai pemicu apatisnya
mahasiswa untuk memilih, juga diakui oleh Januar, petugas KPU yang bertugas di
TPS FIS. “Iya, ini mungkin karena calon tunggal juga, Mbak.” Hal ini mungkin wajar, karena calon tunggal menyiratkan
adanya praktek demokrasi yang cacat. Barangkali mereka tidak ingin untuk ikut
andil dalam kecacatan itu. (lia/gia/yna )
Comments
Post a Comment