Hari senin, 25 November
2013 BEM FIP melakukan aksi dalam rangka memperingati Hari Guru di Indonesia. Mereka
menginginkan penghapusan diskriminasi guru di Indonesia, yang mana penyamaan
pandangan antara guru PNS dan guru swasta, guru tetap dan tidak tetap, guru
formal dan tidak formal. Aksi
ini lebih ditujukan ke mahasiswa khususnya mahasiswa keguruan agar mahasiswa
lebih sadar akan hakikat mereka kuliah di jurusan keguruan yang nota benenya setelah lulus nanti mereka
akan menjadi seorang guru. “melek’o! sebenarnya UM itu
ngapain aja” kata rino sebagai orator aksi. Rino juga menjelaskan beberapa perbedaan signifikan antara guru PNS
dan guru swasta. Guru PNS dengan hasil sertifikasi yang di tanggungkan kepada
guru, membuat seorang
guru melupakan hakikatnya untuk mengajar,
karena dituntut untuk menyelesaikan tanggungan tanggungan
sertifikasi, sedangkan guru swasta yang hanya mendapat gaji apa adanya, mereka
harus mengerahkan tenaga lebih untuk mendidik anak-anak yang notabenenya lebih”nduableg”.
Kesejahteraan guru indonesia juga di pertanyakan, guru PNS mendapatkan layanana
sertifikasi dan gaji yang di anggap lebih dari cukup, sementara guru swasta
kesejahteraannya patut di pertanyakan, apalagi pandangan masyarakat yang memandang
bahwa kualitas guru
swasta lebih rendah dari guru negeri. Di kedirir gaji guru PGRI sekitar 150
ribu per bulan dan
dimalang 350 ribu. “ngeri kan, padahal guru itu sebagai sumber belajar utama”.
Sedangkan guru PNS mendapatkan tambahan uang 1 juta tiap bulan tapi apakah
dengan tambahan ini guru PNS mendapatkan efek yang lebih baik dengan segala
tuntutan sertifikasi, dan yang
terakhir adalah kelayakan guru PNS dan
swasta, di saat pembelajaran guru PNS telah di sediakan semua
kebutuhannya, tapi sekali lagi guru swasta harus memperjuangkannya untuk
mendididk anak bangsa. Jika di ibaratkan
guru PNS itu
mengabdi pada uang sertifikasi, sementara guru tanpa sertifikasi benar benar
mengabdi pada negara.
Pemerintah membuat
kebijakan tentang desentralisasi pendidikan yang dimana membuat mindset orang-orang pintar dari jawa
tidak mau keluar dari jawa. “Pada saat dies natalis rektor menyatakan bahwa
lulusan UM Sastra Inggris’93 dia menjadi direktur atau apa produknya Nike. Eh
bos (rektor) ingat ini kampus apa, ingat ini kampus pendidikan bos kok malah
memprovokasi hal itu, lalu keguruannya dimana? Harusnya dalam dies natalis itu yang diprovokasi adalah
motivasi menjadi guru yang baik itu seperti apa.” Guru itu profesi bukan lagi
suatu (profesi) yaitu kecintaan secara berlebih. Yang dimana pada saat ini guru
hanya mementingkan honor dibandingkan kecintaannya terhadap keahlian mendidik.
Saat ini di Indonesia tidak lagi terjadi krisis percaya diri melainkan krisis
kredibilitas khususnya guru.
Pada saat aksi
tersebut, mereka berkeliling kampus UM diawali dari perpustakaan pusat hingga
kembali ke FIP. mereka melakukan aksi dalam bentuk yang berbeda-beda dari
arak-arakan sambil menyanyikan lagu hymne guru, membaca naskah puisi dan
membagikan selebaran berisi tentang profesionalitas kependidikan. Kependidikan
jaman sekarang hanya menuntut lulusnya para murid tanpa memikirkan apakah murid
tersebut telah memahami pembelajaran yang telah dilakukan. Maksud eksplisit
dari aksi ini adalah keinginan akan kesetaraan honor dan kesamaan perlakuan
pemerintah pada guru-guru di Indonesia. Menurut Rino pemerintah hanya
memperhatikan guru-guru PNS dan mengenyampingkan guru swasta.
Pada tahun 2013 FIP
telah mengawali aksi-aksi demonstrasi di UM yang membicarakan tentang negara
dan kampus UM sendiri. Aksi ini dilakukan karena UM telah lesu akan adanya
demo-demo yang selama ini hampir tidak ada.Dengan adanya demo ini mahasswa
jurusan keguruan dharapkan lebih mawas diri untuk kelanjutan profesinya, sesuai
dengan hakikatnya menjadi seorang guru. Dan pemirntah di harapkan lebih
memperlakukan semua klasifikasi guru dengan kesetaraan perlakuan, dalam hal
kesejahteraan, kelayakan, dan pemfasilitasan. Karena pemerintah mempergunakan
uang rakyat untuk membiayai segala kebijakan pemerintah termasuk sertifikasi.
Aksi ini juga di maksudkan agar universitas malang dapat mencetak
guru profesional yang mau mengabdikan diri pada negara bukan pada uang.
“refleksi guru sekarang adalah, karena terlalu lama mengajar hingga ia
lupa bagaimana caranya belajar” tutur rino saat ditemui di gedung d1 FIP.(aar/lia//den)
Comments
Post a Comment