Skip to main content

KATA REMAJA, SOAL HIV/AIDS

Sebagai sebuah penyakit yang menular dan mematikan HIV/AIDS telah menjadi momok bagi sebagian besar masyarakat. Jumlah pengidap dan kematian yang ditimbulkan oleh virus yang awalnya berasal dari simpanse ini pun cenderung meningkat. Menyadari hal itu, tak berlebihan kiranya World Health Organization (WHO) memaklumatkan tanggal 1 Desember sebagai hari khusus yang didedikasikan untuk HIV/AIDS yang diperingati di seluruh dunia. Berbagai acara digagas dan dilaksanakan selama hari itu yang bertujuan untuk menekan penyebaran HIV, mulai dari sosialisasi, penyuluhan, dan lain-lain. Namun, apakah sebuah ‘hari spesial’ itu sudah cukup untuk menyadarkan kepada kita terutama kalangan remaja akan bahaya HIV/AIDS, dan sudah cukup baikkah pengetahuan kita akan penyakit ini?
Dari beberapa tanya jawab singkat yang dilakukan kepada kalangan mahasiswa awam (non-kesehatan), bisa disimpulkan bahwa sesungguhnya pengetahuan mereka akan HIV/AIDS bisa dibilang cukup mumpuni. Sebagian besar dari mereka dapat menjabarkan secara singkat tentang HIV/AIDS, baik pengertian, penularan, dan pencegahannya. Contohnya, Alif Mabruri, dirinya dengan cukup jelas menjelaskan tentang HIV/AIDS “HIV itu penyakit yang menyebabkan daya tahan tubuh berkurang. Perkembangan HIV nantinya menjadi AIDS. Cara penularan biasanya terjadi saat bersetubuh dan kandungan, apabila si Ibu terjangkit. Cara mencegahnya ya hindari seks bebas.”  Penjelasan yang hampir mirip juga dituturkan oleh beberapa mahasiswa yang ditanya soal pengetahuan mereka tentang HIV/AIDS, salah satu mahasiswi di sebuah PTN di Malang, Rani, bahkan lebih gamblang menjelaskan tentang cara penularan HIV, “Free sex dengan penderita, transfusi darah, Ibu hamil yang terinfeksi HIV lalu menular ke janin, dan jarum suntik (yang tidak steril).”
Walaupun, dari wawancara singkat terhadap segelintir pelajar membuktikan bahwa mereka cukup tahu soal HIV/AIDS, namun berdasarkan pengungkapan Kemal Siregar, sekretaris  Komisi Penanggulangan AIDS Nasional (KPAN), hanya ada 20% remaja Indonesia yang tahu persis bagaimana penularan dan penanggulan HIV, “"Yang tahu persis bagaimana cara pencegahan dan penularan baru 20 persen. Masih jauh jumlah dari yang kita harapkan. Masih terbatas," ujar Kemal di Jakarta, Rabu, (4/12), seperti yang dilansir jppn.com. Sedangkan, menurut Kemal, remaja yang sekedar tahu dan pernah mendengar HIV/AIDS, namun tidak tahu secara mendetail berjumlah 98%.

Wawancara yang dilakukan pada segelintir mahasiswa yang dilakukan diatas, bisa jadi termasuk dalam kategori 98% itu. Untuk itu sosialisasi dari media, dan pihak terkait mutlak diperlukan agar masyarakat Indonesia, terutama remaja, menyadari bahaya HIV/AIDS dan enggan untuk melakukan aktifitas yang dapat memantik virus ini menyebar. (Gia/Aft)

Comments

Popular posts from this blog

Pemira FIS Ternodai

Indikasi Pemalsuan Syarat Pencalonan di HMJ Geografi Rabu (25/11) – Ketua Komisi Pemilihan Fakultas Ilmu Sosial (KPFIS), Junaidi, mengatakan   bahwa terjadi beberapa permasalahan pada serangkaian kegiatan Pemilihan Raya (Pemira) FIS. Salah satunya adalah i ndikasi pemanipulasian sertifikat ospek jurusan oleh Himpunan Mahasiswa Jurusan Geografi (HMJ Volcano) untuk wakil calon nomor 1, Rezra. ”Ada ketidakterimaan dari beberapa mahasiswa mengenai salah satu calon, gara-gara ada salah satu calon yang persyaratanya nggak tepat, menurut mereka. Contohnya sertifikat mbak, menurut sang pelapor itu palsu”, ujar Subur selaku Ketua KPFIS.

LPJ Ajarkan Korupsi pada Mahasiswa*

Jika kita membicarakan tentang korupsi memang tidak akan pernah ada habisnya. Dari siapa yang bertanggung jawab sampai bagaimana korupsi itu selau meracuni moral bangsa Indonesia. Banyaknya koruptor juga tidak lepas dari peran pendidikan yang ada pada jenjang sekolah ataupun pendidikan yang tertanam pada keluarga sejak kecil. Kebiasaan berbohong yang di ajarkan oleh para orang tua memicu salah satu bibit-bibit koruptor. Contohnya seperti ini, ada orang tua bilang ke anaknya “nak nanti kalau ada yang mencari mama, bilang yaa mama sedang keluar” padahal si mama sedang asyik-asyik menonton TV di dalam rumah. Secara tidak langsung sang mama mengajarkan berbohong pada si anak. Ketika anak terdidik untuk tidak jujur, maka kebiasaan ini akan membentuk karakternya, apalagi tanpa adanya landasan agama yang jelas.