Skip to main content

Headline: BEM U dapat Rapor Merah dari Rektorat


“(BEM U, red) Dikit-dikit wadul. Dikit-dikit wadul. Dikit-dikit minta mediasi. Anak kecil aja bisa. Pengennya aman, minta perlindungan. Kadang-kadang langsung maunya ke rektor.” ungkap Pak Sucipto selaku Wakil Rektor 3 ketika ditanya pendapatnya mengenai permasalahan antara BEM Universitas (BEM U) dan beberapa BEM Fakultas (BEMFA). Permasalahan yang pada awalnya dimulai dari keputusan sepihak dari BEM U untuk melarang mahasiswa baru (Maba) FIS (Fakultas Ilmu Sosial) membawa koran sebagai alas duduk, juga pelarangan penyebaran selebaran berupa jadwal dari BEM FT dan BEM FIP. Kebijakan BEM U tersebut membuat BEMFA geram.

Pak Cip merasa kecewa terhadap sikap BEM U. Menurut pak Cip, seharusnya BEM U bersikap lebih dewasa. Sebagai BEM yang berkedudukan di tingkat universitas seharusnya BEM U lebih pandai dalam menyerap aspirasi, bisa menerima keluhan dari bawah, karena ini momentum mereka menjadi pemimpin dan harusnya mereka bisa belajar menyelesaikan persoalan.

Menurut Pak Cip, keegoisan dari BEM U-lah yang menyebabkan BEMFA marah. Padahal massa terbesar berada di fakultas, yang mana itu berarti juga massa dari BEMFA. Jika BEMFA marah, bisa saja acara yang digagas BEM U,  open house UKM yang dilaksanakan pada  Jumat (23/8) akan gagal. “Kalau fakultas marah, mereka repot loh. Pasti repot, disalahkan UKM, yang mau promosi kan  23 sekian UKM itu. Kalau fakultas gak datang gimana? Mau promosi apa, promosi kepada siapa. Itu yang harus dicaci maki itu, BEM U,  kalau sampai gak ada yang datang. Betul, yang harus dicaci maki oleh UKM  harus BEM U karena gak bisa meng-organize, gak bisa komunikasi, gak bisa berkoordinasi dengan BEMFA, karena yang punya mahasiswa itu fakultas.” Ungkap beliau.

Hasil mediasi sendiri salah satunya BEMFA menyatakan bahwa beberapa BEMFA tidak mau menerima kehadiran BEM U di fakultas untuk mengisi materi dan sisanya hanya memberikan waktu 5 menit kepada BEM U untuk presentasi, akhirnya BEM U tidak datang ke fakultas untuk mengisi materi. Mengenai hal ini, Pak Cip menjelaskan, “Kalau menurut saya, harusnya tidak terjadi, gak boleh terjadinya begini. BEM U itu sangat bergantung kepada BEMFA, artinya universitas sangat bergantung kepada fakultas. Yang punya massa itu fakultas, yang punya mahasiswa itu fakultas. BEM U ini harus cerdas, bagaimana supaya dapat tempat di hati BEMFA. Jangan sithik-sithik sambat ke rektor, sithik-sithik misalnya minta dimediasi. Kemarin itu kan saya ditodong ke sana untuk memediasi.”

Pak Cip yang tidak tahu masalahnya pun tidak mau untuk memediasi. Menurut Pak Cip, karena ini masalah antara BEM FA dan BEM U, maka silahkan kepada BEMFA dan BEM U untuk duduk bersama, kalau memang berusaha pasti akan ada jalan keluarnya. “Tapi jangan menang-menangan. Prinsip mencari solusi itu seperti negosiasi, yang atas turun, yang bawah naik, ketemu di tengah-tengah. Ketemulah kesepakatan.” ucapnya.  

Dari kesemuanya Pak Cip  berpesan, “Yang kemarin silahkanlah kemarin terjadi, ke depan dipikir bagaimana yang baik.” pungkasnya.(mei/rsc//vga)

*buletin hal.1. Tanggal terbit 23 Agustus 2013





Comments

Popular posts from this blog

Pemira FIS Ternodai

Indikasi Pemalsuan Syarat Pencalonan di HMJ Geografi Rabu (25/11) – Ketua Komisi Pemilihan Fakultas Ilmu Sosial (KPFIS), Junaidi, mengatakan   bahwa terjadi beberapa permasalahan pada serangkaian kegiatan Pemilihan Raya (Pemira) FIS. Salah satunya adalah i ndikasi pemanipulasian sertifikat ospek jurusan oleh Himpunan Mahasiswa Jurusan Geografi (HMJ Volcano) untuk wakil calon nomor 1, Rezra. ”Ada ketidakterimaan dari beberapa mahasiswa mengenai salah satu calon, gara-gara ada salah satu calon yang persyaratanya nggak tepat, menurut mereka. Contohnya sertifikat mbak, menurut sang pelapor itu palsu”, ujar Subur selaku Ketua KPFIS.

LPJ Ajarkan Korupsi pada Mahasiswa*

Jika kita membicarakan tentang korupsi memang tidak akan pernah ada habisnya. Dari siapa yang bertanggung jawab sampai bagaimana korupsi itu selau meracuni moral bangsa Indonesia. Banyaknya koruptor juga tidak lepas dari peran pendidikan yang ada pada jenjang sekolah ataupun pendidikan yang tertanam pada keluarga sejak kecil. Kebiasaan berbohong yang di ajarkan oleh para orang tua memicu salah satu bibit-bibit koruptor. Contohnya seperti ini, ada orang tua bilang ke anaknya “nak nanti kalau ada yang mencari mama, bilang yaa mama sedang keluar” padahal si mama sedang asyik-asyik menonton TV di dalam rumah. Secara tidak langsung sang mama mengajarkan berbohong pada si anak. Ketika anak terdidik untuk tidak jujur, maka kebiasaan ini akan membentuk karakternya, apalagi tanpa adanya landasan agama yang jelas.