Skip to main content

Sosialisasi Empat Pilar Kehidupan Berbangsa dan Bernegara



Bertempat di Aula Sasana Budaya (Sasbud) pada 13 Maret 2013, MPR RI bekerja sama dengan BEM Universitas Negeri Malang mengadakan sosialisasi empat pilar kehidupan berbangsa dan bernegara. Acara yang diawali dengan sambutan wakil ketua MPR RI, Drs. Hajriyanto Y. Thohari, M.A dan wakil rektor 3 UM, Drs. H. Sucipto, M.S diikuti oleh 359 peserta. Menurut ketua pelaksana, Muhammad Amatubillah, untuk 210 peserta pertama memperoleh merchandise berupa tas, dan paket buku mengenai ketatanegaraan dan kehidupan berbangsa dan bernegara.
                Wakil ketua MPR  RI selaku pembicara memaparkan bahwasanya ada beberapa pilar yang sebenarnya menjadi landasan negara Indonesia yakni Pancasila, Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, Negara Kesatuan Republik Indonesia, dan Bhineka Tunggal Ika. Dalam pembahasannya, dijelaskan mengenai kesinambungan pembukaan UUD dengan dengan kehidupan berbangsa dan bernegara yang ada di Indonesia ini. Selain itu, dijelaskan pula mengenai susunan dan peran pimpinan negara, mulai dari lembaga legislatif, eksekutif, dan yudikatif.  
                “Tujuan acara ini tidak lain, yakni untuk meningkatkan ilmu pengetahuan dan wawasan mahasiswa mengenai kehidupan berbangsa dan bernegara di Indonesia,” papar Muhammad Amatubillah. “Dalam penerapannya, diharapkan nantinya mahasiswa mampu menjadi pemuda-pemuda  dan individu yang lebih baik,” imbuhnya.
                Hal senada juga diungkapkan Presma UM 2012 Ahmad Hawanto, “Penanaman nilai-nilai luhur dalam empat pilar kebangsaan merupakan suatu investasi yang sangat penting bagi kaum intelektual muda yang ke depannya merupakan generasi emas penerus tongkat estafet kepemimpinan bangsa yang sangat besar ini. Sehingga diperlukan wawasan yang bisa melihat secara komprehensif dan proporsional dalam melihat fenomena unik dan khas di nusantara.”
Saat  ditanya mengenai harapan dengan adanya sosialisasi ini, Ahmad Hawanto menjelaskan, ”Harapan besar kami dengan melihat realita di UM dan pelaksanaan sosialisasi empat pilar kemarin adalah diperlukan adanya forum-forum lanjutan untuk mendiskusikan nilai-nilai luhur di dalamnya memungkinkan bisa diikuti oleh mahasiswa di luar prodi Hukum dan Pendidikan Kewarganegaraan karena rasa memiliki nusantara ini bukan hanya milik satu golongan saja tapi semua golongan yang memiliki kesamaan visi untuk membangun bangsa yang besar dan bermartabat. Catatan penting yang saya buat adalah kepedulian dari pejabat kampus dan dosen terkait dengan pelaksanaan dan penanaman nilai-nilai luhur empat pilar masih sangat minim. Sehingga keberhasilan misi tersebut bertepuk sebelah tangan”.
                Menurut salah satu peserta, acara ini sangat bagus dikarenakan banyak masayarakat yang kurang paham mengenai pilar kehidupan berbangsa dan bernegara. Terkait hal ini, harapannya memahami pilar-pilar ini, nantinya persatuan dan kesatuan di Indonesia itu bisa terwujud. “Mungkin saja terkendala waktu karena untuk bahasan ini membutuhkan waktu yang lebih luas dan mungkin alangkah lebih baiknya jika diadakan dilalog dua arah,” ujar Ranu Muhammad S.  (upt/aft//vga)

Popular posts from this blog

Pemira FIS Ternodai

Indikasi Pemalsuan Syarat Pencalonan di HMJ Geografi Rabu (25/11) – Ketua Komisi Pemilihan Fakultas Ilmu Sosial (KPFIS), Junaidi, mengatakan   bahwa terjadi beberapa permasalahan pada serangkaian kegiatan Pemilihan Raya (Pemira) FIS. Salah satunya adalah i ndikasi pemanipulasian sertifikat ospek jurusan oleh Himpunan Mahasiswa Jurusan Geografi (HMJ Volcano) untuk wakil calon nomor 1, Rezra. ”Ada ketidakterimaan dari beberapa mahasiswa mengenai salah satu calon, gara-gara ada salah satu calon yang persyaratanya nggak tepat, menurut mereka. Contohnya sertifikat mbak, menurut sang pelapor itu palsu”, ujar Subur selaku Ketua KPFIS.

LPJ Ajarkan Korupsi pada Mahasiswa*

Jika kita membicarakan tentang korupsi memang tidak akan pernah ada habisnya. Dari siapa yang bertanggung jawab sampai bagaimana korupsi itu selau meracuni moral bangsa Indonesia. Banyaknya koruptor juga tidak lepas dari peran pendidikan yang ada pada jenjang sekolah ataupun pendidikan yang tertanam pada keluarga sejak kecil. Kebiasaan berbohong yang di ajarkan oleh para orang tua memicu salah satu bibit-bibit koruptor. Contohnya seperti ini, ada orang tua bilang ke anaknya “nak nanti kalau ada yang mencari mama, bilang yaa mama sedang keluar” padahal si mama sedang asyik-asyik menonton TV di dalam rumah. Secara tidak langsung sang mama mengajarkan berbohong pada si anak. Ketika anak terdidik untuk tidak jujur, maka kebiasaan ini akan membentuk karakternya, apalagi tanpa adanya landasan agama yang jelas.