Skip to main content

Kurang Pekanya Mahasiswa FIK terhadap Pemilu Raya



Rabu, 20 Februari 2013, ada satu hajat besar untuk induk organisasi mahasiswa di UM, yaitu pemilihan presiden mahasiswa yang diselenggarakan oleh badan eksekutif mahasiswa (BEM) pusat. Akan tetapi, acara besar ini tidak diikuti dengan semarak oleh mahasiswa fakultas ilmu keolahragaan, mereka cenderung menjadi golput dalam acara PEMIRA ini. Pada PEMIRA ini, hanya ada sekitar  180 mahasiswa yang memilih calon PRESMA dari jumlah total mahasiswa yang mencapai 1000 lebih mahasiswa di FIK.
            Usut punya usut, banyak mahasiswa FIK tidak mengetahui informasi tentang akan dilangsungkannya PEMIRA. Mereka hanya tahu informasi tersebut melalui grup facebook UM saja. Iman, salah satu mahasiswa FIK, mengatakan,” Saya hanya tahu sekilas baner di sebelah masjid Al-hikmah saja dan di group FB saja, tanpa ada sosialisasi dari BEM fakultas sendiri. Misskomunikasi  ini membuat mahasiswa enggan memilih dalam PEMIRA karena mereka tidak mengerti kriteria  calon presiden mahasiswa. Keadaan ini berbanding terbalik dengan fakultas MIPA, di sana mahasiswa antusias untuk memilih calon PRESMA.  (ngdi//vga)

Popular posts from this blog

Pemira FIS Ternodai

Indikasi Pemalsuan Syarat Pencalonan di HMJ Geografi Rabu (25/11) – Ketua Komisi Pemilihan Fakultas Ilmu Sosial (KPFIS), Junaidi, mengatakan   bahwa terjadi beberapa permasalahan pada serangkaian kegiatan Pemilihan Raya (Pemira) FIS. Salah satunya adalah i ndikasi pemanipulasian sertifikat ospek jurusan oleh Himpunan Mahasiswa Jurusan Geografi (HMJ Volcano) untuk wakil calon nomor 1, Rezra. ”Ada ketidakterimaan dari beberapa mahasiswa mengenai salah satu calon, gara-gara ada salah satu calon yang persyaratanya nggak tepat, menurut mereka. Contohnya sertifikat mbak, menurut sang pelapor itu palsu”, ujar Subur selaku Ketua KPFIS.

LPJ Ajarkan Korupsi pada Mahasiswa*

Jika kita membicarakan tentang korupsi memang tidak akan pernah ada habisnya. Dari siapa yang bertanggung jawab sampai bagaimana korupsi itu selau meracuni moral bangsa Indonesia. Banyaknya koruptor juga tidak lepas dari peran pendidikan yang ada pada jenjang sekolah ataupun pendidikan yang tertanam pada keluarga sejak kecil. Kebiasaan berbohong yang di ajarkan oleh para orang tua memicu salah satu bibit-bibit koruptor. Contohnya seperti ini, ada orang tua bilang ke anaknya “nak nanti kalau ada yang mencari mama, bilang yaa mama sedang keluar” padahal si mama sedang asyik-asyik menonton TV di dalam rumah. Secara tidak langsung sang mama mengajarkan berbohong pada si anak. Ketika anak terdidik untuk tidak jujur, maka kebiasaan ini akan membentuk karakternya, apalagi tanpa adanya landasan agama yang jelas.