Skip to main content

Pemindahan Ibu Kota Negara: Pembengkakan Belanja Negara



Pemindahan Ibu Kota Negara: Pembengkakan Belanja Negara
Oleh: Yunani*

 
Picture by: gambarcantik.com

Wacana pemindahan ibukota negara sebagai pusat pemerintahan kembali mencuat. Rencananya ibu kota negara akan dipindahkan dari Jakarta ke Palangka Raya. Menurut Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas), pemindahan ibu kota negara tersebut dapat dilaksanakan pada 2018. Hal tersebut, menimbulkan pro dan kontra di kalangan masyarakat.

Faktor pendorong pemindahan ibukota negara ke Palangka Raya adalah prediksi pada tahun 2030 ibu kota Indonesia saat ini, yaitu Jakarta akan tenggelam jika pemerintah Provinsi DKI Jakarta tidak memperhatikan keseimbangan ekologis. Selain itu, kepadatan penduduk juga ikut mendorong adanya wacana tersebut. Diketahui lima belas persen dari seluruh penduduk Indonesia menempati area seluas 1500 kilometer persegi di Jabodetabek.

Alasan adanya rencana pemindahan ibu kota negara ke Palangka Raya karena pulau Kalimantan merupakan pulau yang jarang terjadi bencana besar. Hal tersebut dikarenakan secara geografis Kalimantan tidak memiliki gunung berapi. Apabila dilihat dari segi ekonomi, laju pertumbuhan ekonomi Pulau Kalimantan semakin maju akibat adanya pembangunan jalur kereta api dan jalan raya lintas Kalimantan.

Pemindahan ibu kota negara dari Jakarta tentu membutuhkan dana yang tidak sedikit. Menurut Tim Visi Indonesia 2033, pemindahan ibu kota ini diperkirakan menghabiskan anggaran negara sekitar 142,62 triliun rupiah. Jumlah tersebut baru sebagian kecil saja, seperti pembebasan lahan, penyiapan lahan, pembangunanan infrastruktur kota, fasilitas kota, pembangunan gedung negara, pemukiman pegawai negeri, dan pengangkutan para pegawai beserta keluarga ke ibukota baru. Bukankah semua biaya tersebut akan menimbulkan pembengkakan belanja negara?

Hitungan angka itu bisa digunakan untuk keperluan yang lebih urgent dalam mengahadapi masalah di negeri ini, dengan nilai uang sebesar itu dapat dialokasikan untuk pembangunan infrastruktur di luar Jawa yang dapat memperlancar kegiatan ekonomi dan meningkatkan laju pertumbuhan ekonomi di luar Jawa sehingga menimbulkan pemerataan pembangunan. Selain itu, dapat juga digunakan untuk perbaikan kualitas pendidikan, kesehatan dan lain sebagainya.

Pemindahan ibu kota adalah suatu keputusan yang besar bagi suatu bangsa. Pemerintah harus lebih cermat dalam rencana pemindahan ibukota ini. Jangan sampai pemindahan ibu kota menenyebabkan bertambahnya pengeluaran Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) atau bahkan dapat menyebabkan hutang negara semakin menggunung. Butuh keberanian dan komitmen pemerintah apabila rencana pemindahan ibu kota itu dilaksanakan.

*Penulis adalah pegiat LPM Siar UKMP UM
 
 

Comments

Popular posts from this blog

Menang Tanpa Perang

 Oleh: Fajar Dwi Affanndhi Pesta tak lagi meriah. Tidak seperti pesta yang biasa kita ketahui, hingar bingar, penuh warna-warni, dan dinanti-nanti. Pesta demokrasi di kampus ini sepi. Jangan harap perdebatan panas antar calon pemimpin. Ketika calonnya saja hanya satu. Ya, calon tunggal   tanpa lawan. Pemilu Raya, atau yang biasa kita sebut PEMIRA, kini seakan hilang greget -nya. Hampir di semua fakultas di UM terdapat calon tunggal.   Baik itu calon ketua BEM, ketua HMJ, atau bahkan yang lebih parah, calon DMF yang seharusnya dipilih lima orang dari setiap jurusan, malah hanya ada satu calon dalam satu fakultas yang notabene terdiri dari beberapa jurusan. Padahal, adanya calon tunggal bukan tidak mungkin yang terjadi mereka bakal   “menang tanpa perang”.  

Pemira FIS Ternodai

Indikasi Pemalsuan Syarat Pencalonan di HMJ Geografi Rabu (25/11) – Ketua Komisi Pemilihan Fakultas Ilmu Sosial (KPFIS), Junaidi, mengatakan   bahwa terjadi beberapa permasalahan pada serangkaian kegiatan Pemilihan Raya (Pemira) FIS. Salah satunya adalah i ndikasi pemanipulasian sertifikat ospek jurusan oleh Himpunan Mahasiswa Jurusan Geografi (HMJ Volcano) untuk wakil calon nomor 1, Rezra. ”Ada ketidakterimaan dari beberapa mahasiswa mengenai salah satu calon, gara-gara ada salah satu calon yang persyaratanya nggak tepat, menurut mereka. Contohnya sertifikat mbak, menurut sang pelapor itu palsu”, ujar Subur selaku Ketua KPFIS.

LPJ Ajarkan Korupsi pada Mahasiswa*

Jika kita membicarakan tentang korupsi memang tidak akan pernah ada habisnya. Dari siapa yang bertanggung jawab sampai bagaimana korupsi itu selau meracuni moral bangsa Indonesia. Banyaknya koruptor juga tidak lepas dari peran pendidikan yang ada pada jenjang sekolah ataupun pendidikan yang tertanam pada keluarga sejak kecil. Kebiasaan berbohong yang di ajarkan oleh para orang tua memicu salah satu bibit-bibit koruptor. Contohnya seperti ini, ada orang tua bilang ke anaknya “nak nanti kalau ada yang mencari mama, bilang yaa mama sedang keluar” padahal si mama sedang asyik-asyik menonton TV di dalam rumah. Secara tidak langsung sang mama mengajarkan berbohong pada si anak. Ketika anak terdidik untuk tidak jujur, maka kebiasaan ini akan membentuk karakternya, apalagi tanpa adanya landasan agama yang jelas.