Skip to main content

Mengembalikan Peran Keluarga dalam Pendidikan Anak

Mengembalikan Peran Keluarga dalam Pendidikan Anak
*Oleh Iing Indarwati

 
Picture by: jaditau.net
Anak merupakan harapan, bukan hanya harapan keluarga, namun juga harapan bangsa. Anak adalah calon pemegang kekuasaan juga pemutar roda kehidupan saat orangtua menua. Sangat wajar dan tidak berlebihan jika pendidikan anak harus diperhatikan.

Pendidikan pada prinsipnya adalah tanggung jawab bersama antara orangtua, guru, dan pemerintah. Namun, apakah peran yang dimainkan oleh ketiga pemangku kepentingan pendidikan ini sudah sesuai? Nyatanya, masih banyak ketimpangan yang terjadi dalam pendidikan. Akibatnya, pendidikan menjadi tidak maksimal. Bahkan menimbulkan ketimpangan di mana-mana. Para orangtua masa kini menganggap bahwa dengan mencari nafkah, semua kebutuhan anak akan terpenuhi. Sampai-sampai mereka lupa bahwa pendidikan yang paling utama adalah di dalam keluarga. Tidakkah mereka tahu bahwa peran orangtua sangatlah penting.

Peran keluarga dalam proses pendidikan anak perlu ditingkatkan. Apalagi waktu anak-anak lebih banyak dihabiskan di rumah bersama orangtua. Keterlibatan orangtua sangat erat kaitannya dengan keberhasilan pendidikan anak. Selain untuk mendukung prestasi akademik, hal ini juga berpengaruh terhadap perkembangan emosi dan sosial anak.

 
Picture by: masukuniversitas.com

Berdasarkan UU No 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak, pasal 9 menyebutkan bahwa setiap anak berhak memperoleh pendidikan dan pengajaran dalam rangka pengembangan pribadinya dan tingkat kecerdasannya sesuai bakat dan minatnya. Dalam hal ini, orangtua berkewajiban untuk memberikan pendidikan guna mengembangkan bakat minat anak-anaknya. Di zaman ini, tantangannya bukan hanya untuk anak di masa depan, melainkan juga bagi orangtua dalam mendidik anaknya. Tidak hanya pengetahuan, pemahaman moral pun perlu diajarkan orang tua kepada anaknya.

Pendidikan moral dimulai dari keluarga. Pendidikan moral mencakup pembentukan kepribadian, karakter, etika, sikap dan nilai-nilai yang sesuai dengan norma masyarakat. Orangtua dapat menggunakan kekuasaannya untuk mendisiplinkan anak. Namun yang perlu diingat, jangan sampai orangtua kebablasan.

Anak yang dibesarkan di lingkungan keluarga yang kondusif memiliki peluang besar untuk tumbuh dengan baik. Mereka merupakan generasi penerus bangsa yang akan membawa Indonesia lebih maju. Oleh sebab itu, peran keluarga dalam mendidik anak begitu penting untuk diterapkan.
*Penulis adalah pegiat LPM Siar UKMP UM
 

Comments

Popular posts from this blog

Menang Tanpa Perang

 Oleh: Fajar Dwi Affanndhi Pesta tak lagi meriah. Tidak seperti pesta yang biasa kita ketahui, hingar bingar, penuh warna-warni, dan dinanti-nanti. Pesta demokrasi di kampus ini sepi. Jangan harap perdebatan panas antar calon pemimpin. Ketika calonnya saja hanya satu. Ya, calon tunggal   tanpa lawan. Pemilu Raya, atau yang biasa kita sebut PEMIRA, kini seakan hilang greget -nya. Hampir di semua fakultas di UM terdapat calon tunggal.   Baik itu calon ketua BEM, ketua HMJ, atau bahkan yang lebih parah, calon DMF yang seharusnya dipilih lima orang dari setiap jurusan, malah hanya ada satu calon dalam satu fakultas yang notabene terdiri dari beberapa jurusan. Padahal, adanya calon tunggal bukan tidak mungkin yang terjadi mereka bakal   “menang tanpa perang”.  

Pemira FIS Ternodai

Indikasi Pemalsuan Syarat Pencalonan di HMJ Geografi Rabu (25/11) – Ketua Komisi Pemilihan Fakultas Ilmu Sosial (KPFIS), Junaidi, mengatakan   bahwa terjadi beberapa permasalahan pada serangkaian kegiatan Pemilihan Raya (Pemira) FIS. Salah satunya adalah i ndikasi pemanipulasian sertifikat ospek jurusan oleh Himpunan Mahasiswa Jurusan Geografi (HMJ Volcano) untuk wakil calon nomor 1, Rezra. ”Ada ketidakterimaan dari beberapa mahasiswa mengenai salah satu calon, gara-gara ada salah satu calon yang persyaratanya nggak tepat, menurut mereka. Contohnya sertifikat mbak, menurut sang pelapor itu palsu”, ujar Subur selaku Ketua KPFIS.

LPJ Ajarkan Korupsi pada Mahasiswa*

Jika kita membicarakan tentang korupsi memang tidak akan pernah ada habisnya. Dari siapa yang bertanggung jawab sampai bagaimana korupsi itu selau meracuni moral bangsa Indonesia. Banyaknya koruptor juga tidak lepas dari peran pendidikan yang ada pada jenjang sekolah ataupun pendidikan yang tertanam pada keluarga sejak kecil. Kebiasaan berbohong yang di ajarkan oleh para orang tua memicu salah satu bibit-bibit koruptor. Contohnya seperti ini, ada orang tua bilang ke anaknya “nak nanti kalau ada yang mencari mama, bilang yaa mama sedang keluar” padahal si mama sedang asyik-asyik menonton TV di dalam rumah. Secara tidak langsung sang mama mengajarkan berbohong pada si anak. Ketika anak terdidik untuk tidak jujur, maka kebiasaan ini akan membentuk karakternya, apalagi tanpa adanya landasan agama yang jelas.