Skip to main content

Aksara Kelana Mayapada Sambut Calon Anggota Baru UKMP UM

Aksara Kelana Mayapada Sambut Calon Anggota Baru UKMP UM
 
Sabtu (11/3) Aula gedung A3 lantai 2 Universitas Negeri Malang (UM) dipenuhi para calon anggota baru Unit Kegiatan Mahasiswa Penulis (UKMP). Peserta tampak antusias mengikuti Diklat Jurnalistik dan Pendidikan Kepenulisan Mahasiswa Tingkat Dasar (DJ & PKMTD)  XXXVI  UKMP UM diklat ruang di hari pertama. Kegiatan ini mengangkat tema “Aksara Kelana Mayapada”. Edy Triono, Sekertaris Pelaksana, dalam sambutannya mengatakan bahwa, Aksara Kelana Mayapada memiliki makna bahwa seorang penulis mampu melakukan perjalanan dalam waktu singkat dan tidak mengenal lelah untuk mencapai belahan dunia, demi mendapatkan wawasan yang patut dituliskan.

Selain itu, Edy juga memaparkan bahwa tahun ini peserta yang mendaftar sejumlah 311 mahasiswa, namun hanya 251 mahasiswa yang lolos seleksi administrasi. Hal tersebut karena adanya pembatasan kuota dan fasilitas yang tersedia. Sehingga mereka yang lolos patut untuk berbangga menjadi bagian dari keluarga besar UKMP UM.

DJ & PKMTD XXXVI terbagi menjadi diklat ruang dan diklat alam. Diklat ruang akan dilaksanakan pada 11 Maret 2017 di Gedung A3 UM dan 12 Maret 2017 di Gedung I1. Pada hari pertama diklat ruang, para peserta akan mendapatkan empat materi, yaitu ke UKMP-an, Dasar-Dasar Jurnalistik, Prosa, dan Esai.  Materi pertama tentang ke UKMP-an disampaikan oleh Wahyu Hamdani, Ketua Umum Demisioner, dan Tri Purnawati, Ketua Umum UKMP 2017. Lalu materi kedua, yakni Dasar-Dasar Jurnalistik disampaikan oleh Didik Harianto, Editor Radar Malang. Setelah itu, materi Prosa disampaikan oleh M. Fahrul Hakim, alumnus S2 Pendidikan Sejarah UM. Dipungkas oleh Ardi Wina Saputra, mahasiswa S2 Sastra Indonesia UM, dengan materi Esai. Minggu selanjutnya para peserta akan mengikuti diklat alam pada 18-19 Maret 2017. (bia//hna)

Comments

Popular posts from this blog

Menang Tanpa Perang

 Oleh: Fajar Dwi Affanndhi Pesta tak lagi meriah. Tidak seperti pesta yang biasa kita ketahui, hingar bingar, penuh warna-warni, dan dinanti-nanti. Pesta demokrasi di kampus ini sepi. Jangan harap perdebatan panas antar calon pemimpin. Ketika calonnya saja hanya satu. Ya, calon tunggal   tanpa lawan. Pemilu Raya, atau yang biasa kita sebut PEMIRA, kini seakan hilang greget -nya. Hampir di semua fakultas di UM terdapat calon tunggal.   Baik itu calon ketua BEM, ketua HMJ, atau bahkan yang lebih parah, calon DMF yang seharusnya dipilih lima orang dari setiap jurusan, malah hanya ada satu calon dalam satu fakultas yang notabene terdiri dari beberapa jurusan. Padahal, adanya calon tunggal bukan tidak mungkin yang terjadi mereka bakal   “menang tanpa perang”.  

Pemira FIS Ternodai

Indikasi Pemalsuan Syarat Pencalonan di HMJ Geografi Rabu (25/11) – Ketua Komisi Pemilihan Fakultas Ilmu Sosial (KPFIS), Junaidi, mengatakan   bahwa terjadi beberapa permasalahan pada serangkaian kegiatan Pemilihan Raya (Pemira) FIS. Salah satunya adalah i ndikasi pemanipulasian sertifikat ospek jurusan oleh Himpunan Mahasiswa Jurusan Geografi (HMJ Volcano) untuk wakil calon nomor 1, Rezra. ”Ada ketidakterimaan dari beberapa mahasiswa mengenai salah satu calon, gara-gara ada salah satu calon yang persyaratanya nggak tepat, menurut mereka. Contohnya sertifikat mbak, menurut sang pelapor itu palsu”, ujar Subur selaku Ketua KPFIS.

LPJ Ajarkan Korupsi pada Mahasiswa*

Jika kita membicarakan tentang korupsi memang tidak akan pernah ada habisnya. Dari siapa yang bertanggung jawab sampai bagaimana korupsi itu selau meracuni moral bangsa Indonesia. Banyaknya koruptor juga tidak lepas dari peran pendidikan yang ada pada jenjang sekolah ataupun pendidikan yang tertanam pada keluarga sejak kecil. Kebiasaan berbohong yang di ajarkan oleh para orang tua memicu salah satu bibit-bibit koruptor. Contohnya seperti ini, ada orang tua bilang ke anaknya “nak nanti kalau ada yang mencari mama, bilang yaa mama sedang keluar” padahal si mama sedang asyik-asyik menonton TV di dalam rumah. Secara tidak langsung sang mama mengajarkan berbohong pada si anak. Ketika anak terdidik untuk tidak jujur, maka kebiasaan ini akan membentuk karakternya, apalagi tanpa adanya landasan agama yang jelas.