Komisi Pemilihan
Fakultas Sastra (KPFS) berencana membuat inovasi baru dalam pelaksanaan pemira di
FS tahun ini. Mengantisipasi apatisme mahasiswa FS terhadap acara tahunan
pemilihan calon Ketua HMJ, calon Ketua-Wakil Ketua BEM dan calon DMF FS ini, KPFS
berinisiatif untuk menarik KTM mahasiswa-mahasiswi FS untuk sementara dan
mengembalikannya setelah mereka mengekspresikan suara dengan mencoblos di TPS
FS. Pencoblosan yang dilaksanakan serempak pada 25 Novemver 2015 di FS
ditempatkan di tiga titik, halaman gedung Q3, halaman gedung D8 serta halaman
gedung E8. Sayangnya, pemberlakuan peraturan ini hanya tinggal rencana belaka.
Rizky Fitriatul Habibie, ketua KPFS menuturkan bahwa peraturan tersebut tidak
jadi dilaksanakan. Alasan pembatalan peraturan ini sebab banyak mahasiswa FS yang
beralasan tidak memiliki KTM, entah karena KTMnya hilang maupun disita. Selain
itu, setelah melakukan survey ke setiap
kelas, mayoritas mahasiswa menolak mengumpulkan KTM mereka. Akhirnya, karena persentase
penolakan yang lebih besar, penarikan KTM tidak jadi dilakukan sama sekali.
Pihak KPFS enggan bila nantinya terjadi kecemburuan sosial sebab penarikan KTM FS yang
tidak merata.
Lenny, mahasiswi
jurusan Sastra Jerman mengaku keberatan dengan peraturan penarikan KTM ini. Lenny
berargumen bahwa mahasiswa akan kesulitan meminjam buku di perpus atau
peralatan penunjang kelas seperti, speaker
atau LCD proyektor jika tidak membawa
KTMnya. Hal yang sama juga dituturkan Mariska Irgi, mahasiswi Sastra Indonesia.
Dia mengaku keberatan jika aturan penarikan KTM untuk pemira diberlakukan. “Jadi
nggak bisa pinjem (buku, red) di Perpus.
Selain itu, kalo KTMnya ditarik berarti nyoblos-nya
dipaksa. Milih kan harus dari hati,” tutur mahsiswi angkatan 2014 ini. Mariska mencoblos
karena merasa mencoblos adalah kewajiban baginya. Selain itu, alasan Mariska
mencoblos karena dia mengaku telah mengenal salah satu kandidat ketua HMJ yang
merupakan teman sekelasnya. Sama seperti Mariska, Lenny mengaku bahwa dia mencoblos
karena telah mengenal kedua calon kandidat yang juga merupakan teman
sekelasnya.
Aturan penarikan KTM FS
yang pada awalnya dicetuskan untuk menyikapi sikap apatisme mahasiswa FS terhadap
pemilihan calon Ketua HMJ, calon Ketua-Wakil
Ketua BEM dan calon DMF FS, sebenarnya dimaksudkan agar nantinya mahasiswa
bersedia datang ke TPS dan menggunakan hak suaranya. Sikap apatisme mahasiswa
di FS muncul pada sebagian besar mahasiswa Non-Ormawa yang merasa bahwa memilih
Ketua HMJ, BEM dan DMF tidak memberikan dampak apapun bagi mereka. “Saya tanya beberapa teman saya,
tanggapan mereka, ini (pemira, red) tidak
akan mempengaruhi saya, tidak akan berpengaruh pada skripsi atau kuliah saya,”
tutur Rizky.
Sikap apatisme
mahasiswa ini dipicu oleh sikap Ormawa yang kurang merangkul mahasiswa FS
secara keseluruhan. Seperti yang dituturkan Mariska, “Orang-orang HMJ nggak banyak yang kenal sama yang bukan HMJ. Kalo ada acara ,yang ngurusin anak HMJ, yang lainnya pada nggak tahu. Jadi kita cuma datang, diam,
gitu aja,”. Oleh sebab itu, untuk
mengatasi kurang dekatnya hubungan antara Ormawa dengan warga FS, Rizky
menuturkan, KPFS telah bekerja sama dengan DMF untuk memfasilitasi pertemuan calon-calon
ketua HMJ dengan Wakil Dekan (WD) III FS. Dalam pertemuan tersebut, WD III menyampaikan
bahwa nantinya ketua HMJ yang terpilih harus menyediakan kegiatan yang
bermanfaat bagi warga di jurusannya masing-masing selain mengadakan kegiatan untuk
mengaharumkan nama HMJ, sehingga warga jurusan juga dapat merasakan manfaat ketika
mereka telah memilih ketua HMJ. (lov//lus)
Comments
Post a Comment