Skip to main content

KPFE Tegas, Beberapa Calon Kehilangan Hak Orasi




Salah satu calon sedang  berorasi di mimbar bebas Fakultas Ekonomi

Agenda orasi di mimbar bebas yang diadakan Komisi Pemilihan Fakultas Ekonomi (KPFE) kemarin (23/11) berjalan kurang optimal. Hal ini disebabkan terdapat 4 calon yang dinyatakan kehilangan hak orasi di mimbar bebas., yaitu 1 calon Kepala Himpunan (Kahim) HMJ Akuntansi, 1  calon Kahim HMJ EKP, 1 calon Ketua BEM FE, serta 1 calon DMF dari Jurusan Manajemen. Semua calon tersebut dinyatakan kehilangan hak orasi di mimbar bebas karena keterlambatan presensi.  

Sebelumnya KPFE sudah menentukan waktu presensi yaitu pukul 07.00-08.00 WIB.    “Sebenarnya sih kecewa mas, soalnya kita sudah mensosialisasikan peraturan orasi tetapi calon kurang menanggapi atau memanfaatkan apa yang kita sosialisasikan, terang Eldo Candra B.P, Ketua KPFE. Eldo juga menambahkan jika tidak mengikuti orasi di mimbar bebas, itu akan merugikan para calon sendiri karena kehilangan kesempatan untuk berorasi, serta kemungkinan menarik suara dari audience berkurang. Tidak hanya itu, kerugian juga dialami audience karena sesi kampanye dengan metode orasi dalam mimbar bebas juga menjadi salah satu cara masyarakat FE mengenal para calon pemimpinnya  

Ketika ditanya mengenai rugi atau tidaknya audience karena tidak bisa melihat orasi beberapa calon. Endah Windarti, mahasiswa jurusan Akuntansi angkatan 2014 menjawab bahwa sedikit merasa dirugikan karena tidak bisa mengetahui bagaimana penampilan para calon secara langsung. Namun, gadis kelahiran Ponorogo ini menambahkan walaupun tidak bisa melihat orasi para calon, calon pemilih juga bisa melihat visi dan misi para calon di pamflet. 

Hal sedikit berbeda diungkapkan oleh Noviandi Dwi Sandi Prabowo, calon Ketua BEM FE yang hak orasinya dicabut yang merasa tidak begitu dirugikan dalam hal mengambil hati calon pemilih. Noviandi lebih merasa dirugikan dari segi pengalaman karena dia sendiri mengaku suka melakukan orasi di depan umum. “Cuman kalau dari ketertarikan suara, orasi ini tidak begitu banyak persentasenya untuk mempengaruhi suara, soalnya sepi, tanya jawab pun sebenarnya untuk melatih calon saja kan, bukan untuk pertimbangan dipilih atau enggaknya,” tambah Noviandi.  

Walau begitu dirinya mengapresiasi ketegasan panitia KPFE tahun ini, “Kinerja KPFE tahun ini cenderung tidak ribet dan tegas, peningkatannya cukup besar daripada KPFE tahun lalu.” Ketegasan tersebut diakui Noviandi setelah ia didiskualifikasi dari orasi mimbar bebas meski hanya terlambat 3 menit dari waktu yang ditentukan. (Fjr/ing//gia).

Comments

Popular posts from this blog

Menang Tanpa Perang

 Oleh: Fajar Dwi Affanndhi Pesta tak lagi meriah. Tidak seperti pesta yang biasa kita ketahui, hingar bingar, penuh warna-warni, dan dinanti-nanti. Pesta demokrasi di kampus ini sepi. Jangan harap perdebatan panas antar calon pemimpin. Ketika calonnya saja hanya satu. Ya, calon tunggal   tanpa lawan. Pemilu Raya, atau yang biasa kita sebut PEMIRA, kini seakan hilang greget -nya. Hampir di semua fakultas di UM terdapat calon tunggal.   Baik itu calon ketua BEM, ketua HMJ, atau bahkan yang lebih parah, calon DMF yang seharusnya dipilih lima orang dari setiap jurusan, malah hanya ada satu calon dalam satu fakultas yang notabene terdiri dari beberapa jurusan. Padahal, adanya calon tunggal bukan tidak mungkin yang terjadi mereka bakal   “menang tanpa perang”.  

Pemira FIS Ternodai

Indikasi Pemalsuan Syarat Pencalonan di HMJ Geografi Rabu (25/11) – Ketua Komisi Pemilihan Fakultas Ilmu Sosial (KPFIS), Junaidi, mengatakan   bahwa terjadi beberapa permasalahan pada serangkaian kegiatan Pemilihan Raya (Pemira) FIS. Salah satunya adalah i ndikasi pemanipulasian sertifikat ospek jurusan oleh Himpunan Mahasiswa Jurusan Geografi (HMJ Volcano) untuk wakil calon nomor 1, Rezra. ”Ada ketidakterimaan dari beberapa mahasiswa mengenai salah satu calon, gara-gara ada salah satu calon yang persyaratanya nggak tepat, menurut mereka. Contohnya sertifikat mbak, menurut sang pelapor itu palsu”, ujar Subur selaku Ketua KPFIS.

LPJ Ajarkan Korupsi pada Mahasiswa*

Jika kita membicarakan tentang korupsi memang tidak akan pernah ada habisnya. Dari siapa yang bertanggung jawab sampai bagaimana korupsi itu selau meracuni moral bangsa Indonesia. Banyaknya koruptor juga tidak lepas dari peran pendidikan yang ada pada jenjang sekolah ataupun pendidikan yang tertanam pada keluarga sejak kecil. Kebiasaan berbohong yang di ajarkan oleh para orang tua memicu salah satu bibit-bibit koruptor. Contohnya seperti ini, ada orang tua bilang ke anaknya “nak nanti kalau ada yang mencari mama, bilang yaa mama sedang keluar” padahal si mama sedang asyik-asyik menonton TV di dalam rumah. Secara tidak langsung sang mama mengajarkan berbohong pada si anak. Ketika anak terdidik untuk tidak jujur, maka kebiasaan ini akan membentuk karakternya, apalagi tanpa adanya landasan agama yang jelas.