Skip to main content

Sosialisasi Kurang, CFD Tuai Beberapa Protes Dosen



Pelaksanaan kegiatan Car Free Day (CFD) pada Rabu (22/4) membawa hawa sejuk dan kedamaian di lingkungann kampus. Kegiatan yang telah menjadi program kerja (proker) tahunan Mapala Jonggring Salaka (JS) UM, siapa sangka masih saja diwarnai komplain dari beberapa pengguna kendaraan yang kurang kesadaran. Kegiatan yang telah dilakukan selama tiga tahun terkahir ini masih memiliki kekurangan pada pelaksanaannya. 

Meskipun telah tiga kali dilaksanakan,masih saja ada warga UM yang tidak tahu akan adanya CFD di lingkungan kampus saat peringatan hari bumi sedunia ini berlangsung. Menurut pihak satuan pengamanan (satpam) UM pos Jalan Semarang, sosialaisi yang diadakan oleh JS kurang merata. Akan tetapi di sisi lain, pihaknya juga mempertanyakan warga UM yang tidak mengetahui kegiatan ini. ”Sudah ada sosialisasi, tetapi kurang merata. Padahal kegiatan ini sudah dilaksanakan tiga kali, kenapa kok nggak tahu. Apakah tahun kemarin (mereka) tidak menemui (kegiatan serupa)?”, kata Iwan, salah satu satpam yang awak Siar temui.

Penuturan Iwan, mengatakan bahwa terdapat beberapa dosen yang sempat kecewa dengan adanya kegiatan CFD tersebut sampai pada akhirnya mereka marah-marah saat dikondisikan petugas parkir untuk memarkir kendaraannya di pos parkir. Pihaknya menyampaikan bahwa beberapa dosen yang merasa keberatan dan kecewa ini tidak mengetahui adanya CFD  di kampus pada hari tersebut. Keadaan ini dirasa merugikan dosen. ”Kalau yang dirugikan kebanyakan dari dosen. Kalau pegawai setelah tahu ini acaranya mahasiswa, mereka menyadari dan menerima. Tapi kalau untuk beberapa dosen, mereka kadang yang nggak tahu. Mereka kan datangnya mepet. Begitu tahu posisi ngajarnya jauh, dia merasa kecewa”, tutur Iwan.

Petugas dari satuan pengamanan dan panitia jaga telah memberikan pengertian kepada pihak-pihak yang melakukan komplain bahwa CFD ini dilakukan dalam rangka memperingati hari bumi yang jatuh pada hari Rabu tersebut dan kegiatan ini sudah mendapatkan Surat Keterangan (SK) dari rektor. Akan tetapi, sebagian masih saja mengotot. “Saya ini jauh ngajarnya”, kata satpam menirukan perkataan salah satu dosen yang sempat marah-marah kepada petugas parkir. Komplain mereka dipicu oleh kurangnya kesadaran dari diri mereka sendiri sekaligus juga karena sosialisasi yang dirasa kurang besar dan luas.
Sosialisasi dari pihak JS terkait dilaksanakannya CFD ini telah dilakukan beberapa hari sebelumnya. Sosialisasi dilakukan lewat banner yang dipasang di area kampus serta melalui media sosial misalnya facebook. Awak siar sendiri juga menemui adanya undangan di facebook mengenai acara Peringatan Hari  Bumi yang di selenggarakan di Universitas Negeri Malang. Undangan terbuka tersebut juga menyerrtakan keterangan tempat-tempat mana yang nantinya dijadikan pusat parkir kendaraan bermotor warga UM. Ini memperjelas kepada kita di mana saja kita dapat memarkir kendaraan bermotor. Akan tetapi, ternyata tidak semua warga UM ingat dan tahu akan adanya kegiatan CFD ini jika melihat beberapa komplain yang ada.

Sosialisasi pun dilakukan secara verbal yang dibantu oleh petugas satpam. Iwan menambahkan bahwa petugas satpam membantu mensosialisasikan kegiatan peringatan hari bumi tersebut secara verbal kepada mahasiswa dua sampai tiga hari sebelum kegiatan dilaksanakan. ”Begitu ada surat himbauan (dari rektor) tentang adanya acara CFD ini, kami menghimbaukan ke mahasiswa 2-3 hari sebelumnya (secara verbal)”, sambung Iwan yang mewakili pihak satpam pos jaga Jalan Semarang. Sementara terkait koordinasi antara panitia dan satpam, pihaknya menyebutkan bahwa koordinasi terjalin dengan baik, meskipun pihaknya merasa koordinasi dan komunikasi antara panitia kegiatan dengan pihak satpam hanya berlangsung ketika ada perlu saja. “Koordinasi itu ada setelah ada gawe. Maksudnya ketika mereka butuh tempat dan pengamanan mereka baru memberitahukan”, tutupnya. (ahl//gia)

Comments

Popular posts from this blog

Menang Tanpa Perang

 Oleh: Fajar Dwi Affanndhi Pesta tak lagi meriah. Tidak seperti pesta yang biasa kita ketahui, hingar bingar, penuh warna-warni, dan dinanti-nanti. Pesta demokrasi di kampus ini sepi. Jangan harap perdebatan panas antar calon pemimpin. Ketika calonnya saja hanya satu. Ya, calon tunggal   tanpa lawan. Pemilu Raya, atau yang biasa kita sebut PEMIRA, kini seakan hilang greget -nya. Hampir di semua fakultas di UM terdapat calon tunggal.   Baik itu calon ketua BEM, ketua HMJ, atau bahkan yang lebih parah, calon DMF yang seharusnya dipilih lima orang dari setiap jurusan, malah hanya ada satu calon dalam satu fakultas yang notabene terdiri dari beberapa jurusan. Padahal, adanya calon tunggal bukan tidak mungkin yang terjadi mereka bakal   “menang tanpa perang”.  

Pemira FIS Ternodai

Indikasi Pemalsuan Syarat Pencalonan di HMJ Geografi Rabu (25/11) – Ketua Komisi Pemilihan Fakultas Ilmu Sosial (KPFIS), Junaidi, mengatakan   bahwa terjadi beberapa permasalahan pada serangkaian kegiatan Pemilihan Raya (Pemira) FIS. Salah satunya adalah i ndikasi pemanipulasian sertifikat ospek jurusan oleh Himpunan Mahasiswa Jurusan Geografi (HMJ Volcano) untuk wakil calon nomor 1, Rezra. ”Ada ketidakterimaan dari beberapa mahasiswa mengenai salah satu calon, gara-gara ada salah satu calon yang persyaratanya nggak tepat, menurut mereka. Contohnya sertifikat mbak, menurut sang pelapor itu palsu”, ujar Subur selaku Ketua KPFIS.

LPJ Ajarkan Korupsi pada Mahasiswa*

Jika kita membicarakan tentang korupsi memang tidak akan pernah ada habisnya. Dari siapa yang bertanggung jawab sampai bagaimana korupsi itu selau meracuni moral bangsa Indonesia. Banyaknya koruptor juga tidak lepas dari peran pendidikan yang ada pada jenjang sekolah ataupun pendidikan yang tertanam pada keluarga sejak kecil. Kebiasaan berbohong yang di ajarkan oleh para orang tua memicu salah satu bibit-bibit koruptor. Contohnya seperti ini, ada orang tua bilang ke anaknya “nak nanti kalau ada yang mencari mama, bilang yaa mama sedang keluar” padahal si mama sedang asyik-asyik menonton TV di dalam rumah. Secara tidak langsung sang mama mengajarkan berbohong pada si anak. Ketika anak terdidik untuk tidak jujur, maka kebiasaan ini akan membentuk karakternya, apalagi tanpa adanya landasan agama yang jelas.