Skip to main content

FT-FIK Seatap di Hari Terakhir PKPT



Sabtu (16/8), Pengenalan Kehidupan Perguruan Tinggi (PKPT) memasuki hari terakhir. Gedung Graha Cakrawala yang digunakan oleh Maba PKPT Fakultas Teknik (FT), kini digunakan pula oleh Maba Fakultas Ilmu Keolahragaan (FIK). Selain Gedung Graha Cakrawala lantai 3, Gedung FIK (Kenanga) juga dipergunakan. Padahal, hari sebelumnya, hari Kamis (14/8) dan Jumat (15/8), PKPT Maba FIK dilaksanakan di Gedung Sasana Krida. Pemindahan lokasi PKPT FIK dari Sasana Krida ke Gedung Graha Cakrawala lantai 3 dikarenakan Gedung Sasana Krida digunakan untuk acara pernikahan. Arga, Satpam UM, membenarkan bahwa pada Sabtu (16/8) gedung Sasana Krida digunakan untuk acara pernikahan. “Iya, Mbak, tadi siang memang ada pernikahan,” katanya.

Terkait dengan perpindahan Maba FIK dari gedung Sasana Krida ke gedung Graha Cakrawala, ditemui di lokasi PKPT, Ketua BEM FT, Trisman Hadi mengaku tidak ada kendala yang dialami selama satu atap PKPT dengan FIK, “Nggak ada kendala, dari kami juga sudah koordinasi sama FIK”, ungkap Hadi, Tidak ada Maba yang salah masuk, sebab dari gerbang depan sudah ada yang mengarahkan dari panitia dan diingatkan masing-masing oleh panitia BEM. Senada dengan Hadi, Shokhibuh selaku Ketua Pelaksana PKPT FIK mengungkap hal yang sama. Tidak ada kendala sebab koordinasi yang merata antara kedua panitia BEM FT dan FIK. 

Mengenai proses alur masuk gedung berbeda diantara kedua fakultas, Maba FT masuk langsung melalui pintu utama, sementara Maba FIK masuk melalui gerbang utama lalu lurus menuju tangga. Meskipun seatap, tidak ada kendala pula dari segi audio, setelah panitia melakukan pengecekan, kendala bisa diatasi, “Kita juga meminta operator untuk mengurangi volume,” kata Hadi, “Peredamnya cukup efektif,” tambah Hakim, selaku Ketua Pelaksana PKPT FT. Sementara ditanya mengenai alasan mengapa PKPT FT dipersatuatapkan dengan FIK, dirinya mengaku tidak tahu menahu mengenai hal tersebut. “Setahunya saya di Sakri dipake, dipindah di Graca lantai 3.” jelas Hadi. (dsl/yrz//gia)


*buletin hal.6 terbit edisi 20 Agustus 2014
 

Comments

Popular posts from this blog

Menang Tanpa Perang

 Oleh: Fajar Dwi Affanndhi Pesta tak lagi meriah. Tidak seperti pesta yang biasa kita ketahui, hingar bingar, penuh warna-warni, dan dinanti-nanti. Pesta demokrasi di kampus ini sepi. Jangan harap perdebatan panas antar calon pemimpin. Ketika calonnya saja hanya satu. Ya, calon tunggal   tanpa lawan. Pemilu Raya, atau yang biasa kita sebut PEMIRA, kini seakan hilang greget -nya. Hampir di semua fakultas di UM terdapat calon tunggal.   Baik itu calon ketua BEM, ketua HMJ, atau bahkan yang lebih parah, calon DMF yang seharusnya dipilih lima orang dari setiap jurusan, malah hanya ada satu calon dalam satu fakultas yang notabene terdiri dari beberapa jurusan. Padahal, adanya calon tunggal bukan tidak mungkin yang terjadi mereka bakal   “menang tanpa perang”.  

Pemira FIS Ternodai

Indikasi Pemalsuan Syarat Pencalonan di HMJ Geografi Rabu (25/11) – Ketua Komisi Pemilihan Fakultas Ilmu Sosial (KPFIS), Junaidi, mengatakan   bahwa terjadi beberapa permasalahan pada serangkaian kegiatan Pemilihan Raya (Pemira) FIS. Salah satunya adalah i ndikasi pemanipulasian sertifikat ospek jurusan oleh Himpunan Mahasiswa Jurusan Geografi (HMJ Volcano) untuk wakil calon nomor 1, Rezra. ”Ada ketidakterimaan dari beberapa mahasiswa mengenai salah satu calon, gara-gara ada salah satu calon yang persyaratanya nggak tepat, menurut mereka. Contohnya sertifikat mbak, menurut sang pelapor itu palsu”, ujar Subur selaku Ketua KPFIS.

LPJ Ajarkan Korupsi pada Mahasiswa*

Jika kita membicarakan tentang korupsi memang tidak akan pernah ada habisnya. Dari siapa yang bertanggung jawab sampai bagaimana korupsi itu selau meracuni moral bangsa Indonesia. Banyaknya koruptor juga tidak lepas dari peran pendidikan yang ada pada jenjang sekolah ataupun pendidikan yang tertanam pada keluarga sejak kecil. Kebiasaan berbohong yang di ajarkan oleh para orang tua memicu salah satu bibit-bibit koruptor. Contohnya seperti ini, ada orang tua bilang ke anaknya “nak nanti kalau ada yang mencari mama, bilang yaa mama sedang keluar” padahal si mama sedang asyik-asyik menonton TV di dalam rumah. Secara tidak langsung sang mama mengajarkan berbohong pada si anak. Ketika anak terdidik untuk tidak jujur, maka kebiasaan ini akan membentuk karakternya, apalagi tanpa adanya landasan agama yang jelas.