Skip to main content

Bukan Cuma Skripsi, PEMIRA pun Butuh Revisi


Kamis (20/2) merupakan hari terlaksananya pesta demokrasi yang kerap disebut Pemilu Raya (PEMIRA) di kampus Universitas Negeri Malang (UM). Ada yang berbeda dalam PEMIRA kali ini. Pasalnya, calon yang diusung pada PEMIRA ini adalah calon semata wayang. Hal ini memicu beragam reaksi dari berbagai kalangan mahasiswa. Baik karena tak adanya pilihan lain untuk dipilih, juga karena timeline perencanaan PEMIRA oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU) yang tidak dipublikasikan secara efektif.

Puncak dari beragam reaksi mahasiswa tersebut terjadi pada momen penghitungan suara pada Kamis malam sekitar pukul 22.00 WIB di gedung A3 UM. Beberapa mahasiswa melakukan aksi menuntut adanya pemilihan ulang. Akhirnya, mediasi dilaksanakan di tengah perhitungan suara yang sudah dilaksanakan untuk Dewan Perwakilan Mahasiswa (DPM). Wisnu salah seorang perwakilan Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM) mengatakan bahwa ia menginginkan Moh. Asif Zakariya selaku ketua KPU membacakan surat pernyataan tentang kecacatan PEMIRA kali ini.

Sebelumnya, Moh Asif Zakariya selaku ketua KPU telah menuliskan surat pernyataan tentang pengakuannya terhadap kecacatan Pemira UM 2014 dan siap menyelenggarakan Pemira ulang di depan BEM dan DPM. Kecacatan Pemira 2014 ini akhirnya dibahas pada forum mediasi yang dilakukan pada dini hari menjelang pagi (23/2) oleh wakil rektor III, ketua KPU, ketua Panwaslu, dan perwakilan UKM. Hasilnya disepakati bahwa Pemira 2014 resmi diulang dengan pembubaran KPU secara resmi di hadapan massa. “Sebenarnya KPU sudah berusaha memfasilitasi jalannya pemira, mungkin terkendala sosialisasi yang kurang efektif karena dikejar oleh deadline” Jelas Dicky sebagai ketua Panwas yang ditemui bersama ketua KPU selepas Pemira dibubarkan.

“Dalam mediasi tersebut, saya hanya memfasilitasi saja dan tidak ada intervensi, biarkan anak-anak yang menyelesaikan” Tukas Pak Cip ketika dimintai keterangan seusai mediasi dilakukan. Dan laiknya, skripsi, PEMIRApun direvisi. Hasil mediasi disepakati bahwa mekanisme Pemira 2014 diulang mulai awal, yakni mulai terbentuknya KPU, Panwaslu, pendaftaran calon Presma, dan serentetan mekanisme yang mengikutinya. Semua pihak tentunya berharap bahwa PEMIRA yang akan datang dapat terlaksana dengan baik sebagai wujud pembelajaran demokrasi di kampus UM. (aft/avz//ald)

Comments

Popular posts from this blog

Menang Tanpa Perang

 Oleh: Fajar Dwi Affanndhi Pesta tak lagi meriah. Tidak seperti pesta yang biasa kita ketahui, hingar bingar, penuh warna-warni, dan dinanti-nanti. Pesta demokrasi di kampus ini sepi. Jangan harap perdebatan panas antar calon pemimpin. Ketika calonnya saja hanya satu. Ya, calon tunggal   tanpa lawan. Pemilu Raya, atau yang biasa kita sebut PEMIRA, kini seakan hilang greget -nya. Hampir di semua fakultas di UM terdapat calon tunggal.   Baik itu calon ketua BEM, ketua HMJ, atau bahkan yang lebih parah, calon DMF yang seharusnya dipilih lima orang dari setiap jurusan, malah hanya ada satu calon dalam satu fakultas yang notabene terdiri dari beberapa jurusan. Padahal, adanya calon tunggal bukan tidak mungkin yang terjadi mereka bakal   “menang tanpa perang”.  

Pemira FIS Ternodai

Indikasi Pemalsuan Syarat Pencalonan di HMJ Geografi Rabu (25/11) – Ketua Komisi Pemilihan Fakultas Ilmu Sosial (KPFIS), Junaidi, mengatakan   bahwa terjadi beberapa permasalahan pada serangkaian kegiatan Pemilihan Raya (Pemira) FIS. Salah satunya adalah i ndikasi pemanipulasian sertifikat ospek jurusan oleh Himpunan Mahasiswa Jurusan Geografi (HMJ Volcano) untuk wakil calon nomor 1, Rezra. ”Ada ketidakterimaan dari beberapa mahasiswa mengenai salah satu calon, gara-gara ada salah satu calon yang persyaratanya nggak tepat, menurut mereka. Contohnya sertifikat mbak, menurut sang pelapor itu palsu”, ujar Subur selaku Ketua KPFIS.

LPJ Ajarkan Korupsi pada Mahasiswa*

Jika kita membicarakan tentang korupsi memang tidak akan pernah ada habisnya. Dari siapa yang bertanggung jawab sampai bagaimana korupsi itu selau meracuni moral bangsa Indonesia. Banyaknya koruptor juga tidak lepas dari peran pendidikan yang ada pada jenjang sekolah ataupun pendidikan yang tertanam pada keluarga sejak kecil. Kebiasaan berbohong yang di ajarkan oleh para orang tua memicu salah satu bibit-bibit koruptor. Contohnya seperti ini, ada orang tua bilang ke anaknya “nak nanti kalau ada yang mencari mama, bilang yaa mama sedang keluar” padahal si mama sedang asyik-asyik menonton TV di dalam rumah. Secara tidak langsung sang mama mengajarkan berbohong pada si anak. Ketika anak terdidik untuk tidak jujur, maka kebiasaan ini akan membentuk karakternya, apalagi tanpa adanya landasan agama yang jelas.